JAKARTA, KOMPAS.com — Pasca-reformasi 1998, jumlah kasus dugaan penistaan agama yang menggunakan Pasal 156 a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengalami peningkatan.
Direktur Riset Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Donny Ardyanto mengatakan, peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa Pasal 156 a KUHP semakin sering digunakan untuk kepentingan politik daripada kepentingan penegakan hukum.
Menurut Donny, jelas terlihat saat ini berbagai kelompok tidak segan untuk menggunakan instrumen hukum untuk kepentingan tertentu.
"Dari banyak kasus penistaan agama, terbukti banyak digunakan untuk kepentingan politik," ujar Donny saat dihubungi, Kamis (17/11/2016).
Donny menuturkan, politisasi Pasal 156 a KUHP terjadi karena dari segi perumusan dinilai sangat longgar. Artinya, tidak ada ketentuan yang memperketat sejauh mana seseorang bisa dianggap melakukan penistaan agama.
Kondisi tersebut, kata Donny, tentu akan membahayakan iklim berdemokrasi di Indonesia.
"Ketentuan dalam pasal itu cukup longgar. Dari segi perumusannya berbahaya bagi demokrasi," kata Donny.
Sebelumnya, Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, sejak tahun 1998 hingga 2014, tercatat ada 50 kasus terkait dugaan penistaan agama.
Angka ini meningkat tajam jika dibandingkan sebelum 1998. Menurut Ismail, selama masa pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, hanya terdapat 15 kasus dugaan penistaan agama.
"Catatan Setara Institute, sebelum reformasi 1998, kasus penodaan agama hanya berjumlah 15 kasus. Angka ini meningkat setelah reformasi, yakni mencapai 50 kasus hingga tahun 2014," ujar Ismail, Selasa (15/11/2016).
Ismail menuturkan, pasca-reformasi, penggunaan Pasal 156 a KUHP cenderung meningkat karena bersinggungan dengan kepentingan politik.
Dalam setiap kasus pun, kata Ismail, selalu berimpitan dengan tekanan massa dari kelompok tertentu.
Hal ini mengindikasikan kuatnya warna politik identitas suatu kelompok tertentu untuk merebut ruang publik atau sekadar unjuk kekuatan.
(Baca juga: "Ahok Terjebak Praktik Politisasi Identitas Kelompok Tertentu")