JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais mengatakan, saat ini ancaman terorisme semakin sulit dibendung.
Fenomena terorisme saat ini, menurut dia, lone wolf terrorist dan home ground terrorist.
Lone wolf merupakan teroris yang bisa beraksi sendiri tanpa afiliasi kelompok radikal manapun.
Sementara, home ground terrorist bisa beraksi sendiri maupun berkelompok. Tipikal ini bisa meradikalisasi dan dekat dengan fenomena lokal.
"Ini terus terang semakin menantang bagi intelijen untuk menangani," ujar Hanafi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/10/2016).
"Fenomena teroris memasuki sulit untuk ditangani oleh intelijen dan negara manapun," lanjut dia.
Pernyataan Hanafi menanggapi penyerangan polisi di depan Sekolah Yupentek, Kawasan Pendidikan Cikokol, Tangerang.
Peristiwa penyerangan anggota polisi itu bermula saat pelaku menempelkan stiker yang mirip dengan lambang kelompok ISIS.
Hanafi menambahkan, intelijen Indonesia saat ini harus memiliki kapasitas dan kecakapan yang lebih unik dan khusus untuk mengidentifikasi serta membaca pola teroris yang lebih "kekinian".
Selama ini, Indonesia kerap terfokus pada kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Irak dan Suriah, padahal kelompok ini dinilai Hanafi sudah semakin dekat dan ancamannya kian nyata.
"Kecakapan dan keterampilan intelijen harus jeli agar deteksi dini dan early warning system berjalan,"ucap Politisi Partai Amanat Nasional itu.
Menurut dia, kendala utama Badan Intelijen Negara (BIN) saat ini adalah pada minimnya jumlah personel dan teknologi yang masih jauh dari negara-negara lain yang sama-sama menghadapi ancaman terorisme.
Namun, ia memuji komitmen BIN dalam menghadapi tantangan-tangan tersebut.
"BIN di 2017 punya komitmen lebih bagus untuk mengadapi tantangan-tantangan itu. Misalnya penambahan personil agar antisipatif," kata dia.