Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Akan Buka Nilai Kerugian Negara dalam Kasus Nur Alam di Persidangan

Kompas.com - 07/10/2016, 14:32 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi, Nur Chusniah mengatakan, KPK menggunakan auditor dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan untuk menghitung kerugian negara terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

Proses penghitungan masih berlangsung hingga saat ini.

Nilai final kerugian negara tersebut baru akan diumumkan saat dicantumkan dalam surat dakwaan di persidangan nanti.

"Nanti dibuka di persidangan karena penyidikan masih berlanjut," ujar Chusniah, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (7/10/2016).

Chusniah mengatakan, pembuktian riil kerugian negara hanya bisa dibuka dalam perkara pokok, bukan melalui sidang praperadilan.

(Baca: Menurut KPK, Kerugian Lingkungan dalam Kasus Nur Alam Senilai Rp 3 Triliun)

Sejauh ini, KPK menduga adanya kerugian negara berdasarkan hasil penghitungan ahli dari Institut Pertanian Bogor dengan nilai Rp 3.359.192.670.950.

"Yang kami dapatkan dokumen pemeriksaan ahli IPB yang menemukan adanya kerugian lingkungan. Itu penghitungan sementara," kata Chusniah.

Penghitungan kerugian lingkungan itu menjadi salah satu alat bukti bahwa keputusan Nur Alam mengeluarkan izin usaha pertambangan untuk PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) menyebabkan kerugian materil.

Tim pengacara Nur Alam sebelumnya juga mempertanyakan dua alat bukti yang menjerat kliennya sebagai tersangka.

Namun, KPK bersikukuh telah mengantongi dua alat bukti tersebut.

Penyelidik telah meminta keterangan 57 terperiksa dari pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Kabupaten Buton dan Bombana, dan sejumlah pihak swasta.

KPK juga memegang sejumlah dokumen yang mengarah ke dugaan tindak pidana oleh Nur Alam.

Bahkan, ada juga penghitungan ahli dari Institut Pertanian Bogor soal kerugian lingkungan akibat izin usaha pertambangan senilai lebih dari Rp 3 triliun.

Dalam kasus ini, Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenang karena menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi untuk PT Anugrah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.

Selain itu, ia juga menerbitkan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada perusahaan yang sama.

Nur Alam diduga mendapatkan kick back dari pemberian izin tambang tersebut.

Kompas TV Berstatus Tersangka, Gubernur Sultra Lantik Bupati
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com