JAKARTA, KOMPAS.com - Permasalahan kapasitas berlebih di lembaga pemasyarakatan (lapas), salah satunya disebabkan oleh banyaknya narapidana kasus narkoba. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per 19 Agustus 2016, terdapat sekitar 126.819 narapidana dan 192.996 tahanan.
Secara nasional total kelebihan kapasitas lapas mencapai 73.350 orang atau 169 persen dari seluruh kapasitas lapas. Dari jumlah narapidana tersebut, 62.768 narapidana atau sekitar 49,5 persen merupakan terpidana kasus narkoba.
Menanggapi hal ini, Direktur Hukum Badan Narkotika Nasional (BNN) Darmawel Aswar mengatakan, kapasitas berlebih lapas disebabkan banyaknya aparat penegak hukum yang tidak melakukan pemilahan pada terpidana kasus narkoba.
Aparat penegak hukum, lanjut Darmawel, seringkali menafsirkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika untuk bisa memasukkan terpidana kasus tersebut ke dalam lapas. Padahal, perlu adanya pengklasifikasian yang jelas terhadap terpidana kasus narkoba.
(Baca: Wakil Ketua Komisi III Sebut Lapas Penuh karena Kasus Narkoba, Tak Terkait Syarat Remisi)
"Selama ini yang sering kita lupakan adalah orang-orang yang masuk penjara ini sudah dipilah-pilah belum menyangkut penggunaan dari narkotikanya," ujar Darmawel usai Diskusi 'Pemberitan Media Masaa Mengenai Dugaan Keterlibatan Jajaran TNI, Polri, dan BNN dalam Peredaran Narkotika Internasional' di Gedung Ombudsman, Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Menurut Damarwan, para terpidana kasus narkoba harus lebih dahulu diklasifikasikan mana yang masuk lapas dan harus direhabilitasi. Ini dapat dilihat dari latar belakang dan rekam jekak medis terpidana kasus narkoba.
"Harus dipilah yang mana yang harus masuk penjara dan rehabilitasi. Pola pikir kita seharusnya melihat rehabilitasi itu sama dengan menjalani masa hukuman juga," lanjut Darmawel.
(Baca: Lapas Penuh Dinilai Bukan Alasan untuk Permudah Remisi bagi Koruptor)
Darmawel mengatakan, dengan banyaknya terpidana kasus narkoba dimasukkan ke dalam lapas, ini justru akan melanggengkan kegiatan pengedar memperjualbelikan obat-obatan terlarang tersebut di dalamnya.
"Bandar yang tadinya tidak akan dapat duit malah jadi dapat. Karena darah baru masuk, mereka punya anggota baru," tambah Darmawel.
Oleh karena itu, BNN akan menggiatkan proses rehabilitasi bagi terpidana penyalahgunaan narkoba.
Proses rehabilitasi ini akan dilakukan secara selektif agar mampu menjaring secara tepat mana pengguna dan pengedar narkoba. Hal ini dilakukan agar para pengedar tidak menyalahgunakan adanya program rehabilitasi yang dilakukan BNN.
"Yang bisa direhabilitasi ini adalah orang yang terjebak, dipaksa, sudah masuk ke ranah itu dia gak bisa lagi keluar. Jadi artinya rehabilitasi selektif, tidak sembarangan. Karena ini banyak disalahgunakan juga oleh para bandar," ungkap Darmawel.