Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapasitas Lapas Berlebih, BNN Mulai Fokus Rehabilitasi Napi Narkoba

Kompas.com - 07/09/2016, 20:40 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Permasalahan kapasitas berlebih di lembaga pemasyarakatan (lapas), salah satunya disebabkan oleh banyaknya narapidana kasus narkoba. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per 19 Agustus 2016, terdapat sekitar 126.819 narapidana dan 192.996 tahanan.

Secara nasional total kelebihan kapasitas lapas mencapai 73.350 orang atau 169 persen dari seluruh kapasitas lapas. Dari jumlah narapidana tersebut, 62.768 narapidana atau sekitar 49,5 persen merupakan terpidana kasus narkoba.

Menanggapi hal ini, Direktur Hukum Badan Narkotika Nasional (BNN) Darmawel Aswar mengatakan, kapasitas berlebih lapas disebabkan banyaknya aparat penegak hukum yang tidak melakukan pemilahan pada terpidana kasus narkoba.

Aparat penegak hukum, lanjut Darmawel, seringkali menafsirkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika untuk bisa memasukkan terpidana kasus tersebut ke dalam lapas. Padahal, perlu adanya pengklasifikasian yang jelas terhadap terpidana kasus narkoba.

(Baca: Wakil Ketua Komisi III Sebut Lapas Penuh karena Kasus Narkoba, Tak Terkait Syarat Remisi)

"Selama ini yang sering kita lupakan adalah orang-orang yang masuk penjara ini sudah dipilah-pilah belum menyangkut penggunaan dari narkotikanya," ujar Darmawel usai Diskusi 'Pemberitan Media Masaa Mengenai Dugaan Keterlibatan Jajaran TNI, Polri, dan BNN dalam Peredaran Narkotika Internasional' di Gedung Ombudsman, Jakarta, Rabu (7/9/2016).

Menurut Damarwan, para terpidana kasus narkoba harus lebih dahulu diklasifikasikan mana yang masuk lapas dan harus direhabilitasi. Ini dapat dilihat dari latar belakang dan rekam jekak medis terpidana kasus narkoba.

"Harus dipilah yang mana yang harus masuk penjara dan rehabilitasi. Pola pikir kita seharusnya melihat rehabilitasi itu sama dengan menjalani masa hukuman juga," lanjut Darmawel.

(Baca: Lapas Penuh Dinilai Bukan Alasan untuk Permudah Remisi bagi Koruptor)

Darmawel mengatakan, dengan banyaknya terpidana kasus narkoba dimasukkan ke dalam lapas, ini justru akan melanggengkan kegiatan pengedar memperjualbelikan obat-obatan terlarang tersebut di dalamnya.

"Bandar yang tadinya tidak akan dapat duit malah jadi dapat. Karena darah baru masuk, mereka punya anggota baru," tambah Darmawel.

Oleh karena itu, BNN akan menggiatkan proses rehabilitasi bagi terpidana penyalahgunaan narkoba.

Proses rehabilitasi ini akan dilakukan secara selektif agar mampu menjaring secara tepat mana pengguna dan pengedar narkoba. Hal ini dilakukan agar para pengedar tidak menyalahgunakan adanya program rehabilitasi yang dilakukan BNN.

"Yang bisa direhabilitasi ini adalah orang yang terjebak, dipaksa, sudah masuk ke ranah itu dia gak bisa lagi keluar. Jadi artinya rehabilitasi selektif, tidak sembarangan. Karena ini banyak disalahgunakan juga oleh para bandar," ungkap Darmawel.

Kompas TV Peredaran Narkoba dari Dalam Lapas Terbongkar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com