JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Desmond Djunaedi Mahesa medesak pemerintah untuk mengevaluasi narapidana kasus narkotika. Evaluasi itu bertujuan untuk penilaian kepatutan pemindahan narapidana ke proses rehabilitasi.
"Ini lebih penting ketimbang buat gaduh dengan buat gaduh dengan rencana revisi PP Nomor 99 Tahun 2012," kata Desmond dalam sebuah diskusi di kawasan Salemba, Jakarta, Kamis (25/8/2016).
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM sedang merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Salah satu alasan merevisi PP 99 dikarenakan berlebihnya kapasitas lapas.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan jumlah narapidana tidak sesuai dengan kapasitas lapas. Dengan kapasitas berlebih itu, Yasonna khawatir adanya potensi kerusuhan di dalam lapas.
Desmond mengatakan, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pada 19 Agustus, terdapat sekitar 126.819 narapidana dan 192.996 tahanan.
Dari jumlah narapidana tersebut, 62.768 narapidana atau sekitar 49,5 persen merupakan terpidana kasus narkoba.
Kelebihan kapasitas lapas tertinggi berada di lima provinsi antara lain, Riau (290 persen), Kalimantan Selatan (275 persen), Sumatera Utara (266 persen), Jakarta (255 persen), Kalimantan Timur (241 persen).
Secara nasional total kelebihan kapasitas lapas mencapai 73.350 orang atau 169 persen dari seluruh kapasitas lapas.
Menurut Desmond, dengan dihilangkan syarat Justice Collaborator (JC) pada revisi PP 99/2012 hanya menguntungkan narapidana kasus korupsi. Kata dia, narapidana kasus narkotika tidak terkena ketentuan pasal 34A PP 99/2012.
Dalam pasal 34A ayat 1 PP 99/2012, pemberian remisi terhadap narapidana kejahatan luar biasa harus bersedia bekerjasama dengan penegak hukum dalam membongkar perkara pidana yang dilakukannya.
Sedangkan ayat 2 menyebutkan remisi terhadap narapidana kasus narkotika hanya diberikan pada terpidana dengan hukuman paling singkat lima tahun.
"Pasal 34A PP ini jiwanya adalah membatasi hak remisi narapidana kejahatan luar biasa. Pengguna narkoba tidak termasuk," ucap Desmond.
Selain itu, Desmond meminta untuk melakukan pendataan fasilitas negara dan swasta yang dapat digunakan untuk proses rehabilitasi medis san rehabilitasi sosial.
"Bagi DPR, lebih baik membangun fasilitas rehabilitasi ketimbang membangin penjara. Secara angara lebih rendah dan secara kegunaan lebih baik memulihkan penyalahgunaan narkoba," ujar Desmond. .