JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi II DPR RI masih pecah suara terkait keputusan memberi kesempatan kepada terpidana hukuman percobaan mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah.
Setidaknya, tiga fraksi menolak putusan tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi II dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/8/2016).
Tiga fraksi yang menolak keputusan mengenai calon kepala daerah dari terpidana hukuman percobaan adalah fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Anggota Komisi II DPR RI dari PDI-P, Arteria Dahlan mengungkapkan, fraksinya menolak karena menilai memberi kesempatan kepada terpidana hukuman percobaan tidak sesuai dengan tujuan pembentukan Undang-Undang Pilkada.
"Karena ini tidak sesuai dengan maksud pembentukan UU. DPR yang mana yang sepakat? PDI-P punya pandangan sendiri, kami tolak kok," ujar Arteria.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN, Haerudin, mempertanyakan mengenai alasan keputusan tersebut. Sebab, masih banyak calon kepala daerah yang bebas dari persoalan hukum dan bisa diusung parpol.
Haerudin mengatakan, pemberian kesempatan kepada terpidana hukuman percobaan mencalonkan diri merupakan keputusan yang dipaksakan.
"Masa iya tidak ada calon yang bebas dari persoalan hukum? Jadi kalau memang banyak orang yang mencalonkan diri dan terpidana, itu berarti sangat dipaksakan partai masing-masing," ujar Haerudin.
Hal yang sama diungkap Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria.
"Kami (Gerindra) juga tidak sepakat sebenarnya. Masing-masing fraksi saja sebutkan sikapnya. Agar tidak ada pendapat berbeda, nanti kita ambil kesepakatan," kata Riza.
Dikutip dari Kompas, rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kementerian Dalam Negeri, pada Jumat (26/8/2016) lalu, memutuskan untuk memberi kesempatan terpidana hukuman percobaan mencalonkan diri.
Komisi II berpandangan, putusan hukuman percobaan belum berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Putusan itu baru berkekuatan hukum tetap setelah masa percobaan dilalui.
KPU pun diminta merevisi Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pencalonan.