Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NU Perangi Intoleransi dan Radikalisme dengan Dakwah Kultural

Kompas.com - 01/08/2016, 21:38 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) As'ad Said Ali menyatakan sejak awal NU telah memerangi intoleransi dan radikalisme lewat dakwah kultural.

"Itu bisa dilihat dari sepak terjang kami selama ini, lewat seluruh struktur organisasi kami dari pusat hingga daerah yang konsisten mempromosikan Islam ramah yang berakulturasi dengan budaya setempat," kata As'ad dalam sebuah diskusi di Rancamaya, Bogor, Senin (1/8/2016).

Dia pun mengatakan sejatinya intoleransi dan radikalisme telah lebih dulu muncul di era Orde Lama dan Orde Baru. Hanya, As'ad menuturkan, saat itu intoleransi dan radikalisme ditekan kemunculannya melalui kebijakan politik.

"Kalau kita lihat, Negara Islam Indonesia (NII) di era Bung Karno dihentikan dengan larangan dalam undang-undang (UU). Dan kelompok Islam lainnya ditekan oleh azas tunggal Pancasila di era Orde Baru," tutur As'ad.

Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu menilai di era reformasi perlawanan terhadap intoleransi dan radikalisme tak bisa menggunakan perangkat UU secara masif seperti dulu. Sebabnya era reformasi secara tak langsung memberi ruang kelompok radikal dan intoleran untuk bersuara.

"Karena itu untuk zaman sekarang intoleransi dan radikalisme lebih cocok diperangi lewat budaya sebagai bentuk kontra narasi," lanjut As'ad.

Sebelumnya dalam survei yang digelar Wahid Foundation memperlihatkan Indonesia masih rentan sikap intoleran dan radikal.

(Baca: RI Masih Rentan Intoleransi, Wahid Foundation Sampaikan Enam Rekomendasi)

Sebanyak 59,9 persen dari 1.520 responden, memiliki kelompok yang dibenci. Kelompok yang dibenci meliputi mereka yang berlatarbelakang agama nonmuslim, kelompok tionghoa, komunis, dan lainnya.

Dari jumlah 59,9 persen itu, sebanyak 92,2 persen tak setuju bila anggota kelompok yang mereka benci menjadi pejabat pemerintah di Indonesia.

Sebanyak 82,4 persennya bahkan tak rela anggota kelompok yang dibenci itu menjadi tetangga mereka.

Dari sisi radikalisme sebanyak 72 persen umat Islam Indonesia menolak untuk berbuat radikal seperti melakukan penyerangan terhadap rumah ibadah pemeluk agama lain atau melakukan sweeping tempat yang dianggap bertentangan dengan syariat Islam.

Dan hanya sebanyak 7,7 persen yang bersedia melakukan tindakan radikal bila ada kesempatan dan sebanyak 0,4 persen justru pernah melakukan tindakan radikal.

Survei melibatkan 1.520 responden yang tersebar di 34 provinsi. Responden adalah umat Islam berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Survei yang digelar dari 30 Maret sampai 9 April 2006 itu menggunakan metode random sampling dengan margin error sebesar 2,6 persen dan tingkat keyakinan 95 persen. 

Kompas TV Daerah di Indonesia Paling Intoleran â?? Satu Meja eps 122 bagian 2

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com