JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menjamin peserta amnesti pajak tidak akan dikenai sanksi administrasi atau sanksi pidana perpajakan. Sebab, hal itu diatur di dalam undang-undang.
Hal tersebut ditegaskan Jokowi ketika menyampaikan sosialisasi implementasi Undang-Undang Penghapusan Pajak atau tax amnesty di depan sekitar 10.000 pelaku usaha di Hall D, JI-EXPO Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (1/8/2016).
"Dukungan aparat hukum jelas. Ini amanat undang-undang. Di sini hadir Jaksa Agung, ada Kapolri hadir dan Kepala PPATK. Semuanya hadir," ujar Jokowi.
Kemudian, Jokowi mempersilakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo dan Kepala PPATK M Yusuf berdiri agar seisi ruangan melihatnya.
"Pak Kapolri silakan," ujar Jokowi yang kemudian disambut tepuk tangan peserta sosialisasi.
"Biar yakin," ujar Jokowi yang juga disambut tawa. Kemudian ia juga memanggil Jaksa Agung Prasetyo.
"Biar tambah yakin," ujar Jokowi lagi, setelah Prasetyo berdiri dan mengacungkan telunjuknya ke seisi ruangan.
Terakhir, Jokowi juga meminta M Yusuf berdiri menunjukkan diri kepada peserta. "Kurang apa lagi coba..." kata Jokowi.
Seisi ruangan tertawa sembari bertepuk tangan lagi mendengar kalimat Jokowi tersebut.
Jokowi juga menjamin kerahasiaan para peserta amnesti pajak. Ia mengatakan, undang-undang tersebut menyebutkan bahwa data peserta amnesti pajak bersifat rahasia.
"Tidak bisa diminta siapa pun, tidak bisa diberikan ke siapa pun pokoknya tidak boleh. Itu kata undang-undang," ujar Jokowi.
(Baca juga: Jokowi Siap "Bertarung" dengan Para Penggugat UU "Tax Amnesty")
Jokowi sekaligus mewanti-wanti para aparat pajak di lapangan untuk bekerja profesional dan tidak melanggar aturan tersebut.
Sesuai amanat undang-undang, pelaku pembocor data peserta amnesti pajak bisa diganjar hukuman pidana.
"Yang membocorkan, saya peringatkan juga, terutama pada petugas pajak. Yang membocorkan kena hukuman maksimal lima tahun penjara. Lima tathun itu bukan angka yang kecil," ujar Jokowi.
(Baca juga: Jokowi Langsung Ingatkan Sri Mulyani soal "Tax Amnesty")