Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misbakhun Dukung Pemerintah yang Tak Ratifikasi FCTC, Ini Alasannya..

Kompas.com - 18/06/2016, 09:11 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah pemerintah menolak menandatangani ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dinilai tepat. Hal itu perlu dilakukan guna melindungi kelangsungan hidup petani tembakau di Tanah Air.

Menurut anggota Badan Legislasi Mukhammad Misbakhun, industri rokok di Indonesia telah memberikan kontribusi besar terhadap terciptanya lapangan pekerjaan dan pemasukan cukai bagi negara.

Ia pun mengingatkan, bahwa desakan asing agar pemerintah meratifikasi FCTC merupakan bagian dari strategi perang dagang untuk mematikan industri rokok lokal.

"Sebab, industri rokok Indonesia mampu menjadi tuan rumah di negaranya sehingga produsen rokok asing sulit bersaing di dalam negeri," kata Misbakhun, Jumat (17/6/2016).

DPR, kata dia, saat ini tengah menginisiasi terbentuknya Rancangan Undang-Undang Pertembakauan. Hal itu dilakukan guna melindungi kepentingan petani tembakau di Indonesia.

Politisi Golkar itu menambahkan, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi global, sudah seharusnya jika pemerintah dan seluruh pihak mendukung sektor-sektor unggulan untuk menopang perekonomian nasional. 

"Sebagai negara yang dikaruniai keanekaragaman hayati dan wilayah yang luas, sudah seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dalam negeri," kata dia.

Sementara itu, guna mengantisipasi dampak buruk rokok terhadap kesehatan, pemerintah selama ini telah mengeluarkan peraturan yang cukup baik.

Beberapa di antaranya yaitu larangan merokok di tempat dan fasilitas umum, menaikkan cukai secara bertahap, serta gencar mensosialisasikan bahaya rokok bagi kesehatan. 

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), sampai dengan bulan Juli 2013 sudah 180 negara telah meratifikasi dan mengaksesi FCTC, Angka itu mewakili 90 persen populasi dunia.

Namun, Indonesia belum termasuk yang menandatangani ratifikasi FCTC. Presiden Jokowi menegaskan, pemerintah tidak mau latah mengikuti negara-negara lain.

(Baca: Soal Ratifikasi FCTC, Jokowi Tak Mau Indonesia Asal Ikut Tren)

"Saya juga tidak ingin kita sekedar ikut-ikutan, atau mengikuti tren atau karena sudah banyak negara yang sudah ikut sehingga kita juga latah ikut," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/6/2016).

Presiden menambahkan, ikut atau tidaknya Indonesia ke dalam FCTC akan terlebih dulu dikaji secara mendalam. (baca: Ratifikasi FCTC Butuh Ketegasan Presiden)

Jika Indonesia ikut meratifikasi tembakau, kata dia, maka dampaknya akan positif terhadap kesehatan warga dan juga kepentingan generasi muda ke depan. (baca: Kerugian Indonesia karena Tak Ikut FCTC)

Namun, Jokowi juga memikirkan nasib petani tembakau yang terancam kehilangan lapangan kerja jika ratifikasi dilakukan. 

"Kita perlu memikirkan, ini yang kadang-kadang juga dilupakan kelangsungan hidup para petani tembakau, para buruh tembakau yang hidupnya bergantung dari industri tembakau. Ini juga tidak kecil, menyangkut orang yang sangat banyak," ucap Presiden.

(Baca: Soal FCTC, Jokowi Pikirkan Kesehatan dan Nasib Petani Tembakau)

Kompas TV Yuk Jadi Keren Tanpa Rokok (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com