Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Sensus KTP Dibuat untuk Cegah "Boneka" Calon Independen

Kompas.com - 06/06/2016, 12:43 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR RI Hetifah Sjaifudian menjelaskan, diperketatnya aturan mengenai verifikasi kartu tanda penduduk (KTP) bagi calon perseorangan dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah bertujuan baik.

Salah satu tujuannya adalah meningkatkan kualitas calon perseorangan yang akan bertarung dalam pilkada.

"Selama ini calon independen biasa dipakai untuk memecah suara calon yang bagus. Jangan sampai ada 'boneka' calon independen," kata Hetifah di saat dihubungi, Senin (6/6/2016).

Pengetatan aturan ini terdapat dalam pasal 48 UU Pilkada. Berdasarkan ketentuan pasal itu, KTP yang sudah dikumpulkan oleh calon perseorangan akan diverifikasi faktual oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) melalui metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon.

Jika pendukung calon tak bisa ditemui, maka pasangan calon diberi kesempatan untuk menghadirkan mereka di kantor PPS.

(baca: Ini Ketentuan Verifikasi KTP Dukungan untuk Calon Independen dalam UU Pilkada)

Namun, jika pasangan calon tak bisa menghadirkan pendukung mereka ke kantor PPS, maka dukungan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat.

"Dengan aturan ini, tidak ada lagi yang bisa asal-asalan pakai KTP dari tempat kredit motor," ucap Heitifah.

Heitifah mengatakan, awalnya, agar tidak terlalu memakan banyak waktu tenaga dan biaya, nama pendukung calon cukup diumumkan di kantor setiap kelurahan.

Setiap orang yang merasa nama dan KTP-nya telah dicatut bisa langsung melapor ke petugas PPS.

(baca: Kekhawatiran Ahok akan Verifikasi KTP yang Gunakan Metode Sensus)

Namun, dikhawatirkan metode seperti itu melahirkan konflik horizontal antara pendukung satu calon dan calon lainnya. Akhirnya diputuskan verifikasi KTP dengan metode sensus.

Hetifah meyakini, KPU bisa mengerahkan petugas PPS di setiap kelurahan untuk menemui setiap pendukung calon yang telah menyerahkan KTP.

"Prinsipnya keterbukaan. Untuk memperbaiki legitimasi calon perseorangan," ucpa Politisi Partai Golkar ini.

Komisi Pemilihan Umum sebelumnya mempertanyakan urgensi di balik pembatasan masa klarifikasi pendukung calon perseorangan tersebut.

(baca: KPU Keberatan Masa Klarifikasi Pendukung Calon Perseorangan Hanya Tiga Hari)

Ketentuan itu dinilai membatasi ruang gerak petugas Panitia Pemungutan Suara dalam melakukan verifikasi.

"Sulit untuk memahami (urgensi di balik keputusan DPR membatasi masa klarifikasi). Seharusnya penyelenggara tetap diberi ruang. Yang penting, kan, semua proses verifikasi faktual selesai dalam waktu 14 hari," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay seperti dikutip Harian Kompas.

Kompas TV Jika Ikut Pilkada, Anggota DPR "Kudu" Mundur

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com