JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tidak terjebak kepentingan politik jangka pendek.
Ia juga meminta revisi UU Pilkada memerhatikan putusan terdahulu yang sudah dibuat oleh Mahkamah Konstitusi.
"Perhatikan putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Jangan sampai pemerintah sudah membuat UU dengan DPR lalu diubah lagi karena dibatalkan MK," kata Jokowi, saat membuka rapat terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (30/5/2016).
(Baca: Mendagri: Dua Poin Belum Disepakati dalam Revisi UU Pilkada)
Hadir dalam rapat tersebut Wakil Presiden Jusuf Kalla, para menteri kabinet kerja, Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik, Ketua Badan Pengawas Pemilu Muhammad, Kapolri Jenderal pol Badrodin Haiti, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso.
Jokowi tak menyebutkan putusan MK mana yang dimaksud.
Pputusan MK yang masih menjadi perdebatan adalah keharusan anggota DPR untuk mundur dari jabatannya apabila ditetapkan sebagai calon kepala daerah.
"Sampai sekarang masih ada isu yang belum disepakati. Saya harap bisa segera disepakati karena RUU ini sudah ditunggu untuk menjadi payung hukum," tambah Jokowi.
Jokowi berharap, melalui revisi UU Pilkada, pilkada serentak 2017 mendatang bisa berjalan lancar layaknya pilkada serentak 2015 lalu.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, masih ada dua poin yang belum disepakati dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada.
Tjahjo menjelaskan, pertama, belum diputuskan apakah petahana cukup cuti ketika kampanye atau ketika pendaftaran.
Kedua, rumusan sanksi bagi yang tertangkap tangan karena politik uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.