JAKARTA, KOMPAS.com – Aktivis mahasiswa Universitas Indonesia di era reformasi, Taufik Basari, mengenang bagaimana mahasiswa menggalang konsolidasi dalam menyatukan sikap terkait pergantian pemerintahan.
Hal itu terjadi setelah sebelumnya pergerakan mahasiswa terfokus di tiap-tiap fakultas.
“Beberapa komponen sudah mulai membagi peran dan mengidentifikasi perannya untuk bisa saling mengisi. Misalnya, ada yang bertugas membuat propaganda melalui budaya. Mereka bikin rebana, nyanyi keliling kampus untuk kasih tahu kami harus bergerak,” kata Taufik saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (20/5/2016).
Tobas, sapaan Taufik Basari, menuturkan, salah satu pembuat propaganda tersebut adalah JJ Rizal yang kini menjadi sejarawan.
Rizal membuat lagu-lagu yang menarik dan mudah diingat, salah satunya yang terkenal berjudul “7 Kali sampai Mati”.
“Liriknya ‘7 Kali.... 7 kali... 7 kali... sampai mati’. Itu ketika orang pertama kali mendengar orang merinding takut. ‘waduh gila! berani banget nih langsung menohok ke presiden’,” ucap Tobas menirukan situasi saat lagi itu didengarkan.
(baca: Pendudukan Gedung DPR Mei 1998 dalam Ingatan Taufik Basari)
Tobas mengatakan, arti dari lagu tersebut menandakan mahasiswa menolak sidang umum pemilihan presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Menurut Tobas, periode ke-7 masa jabatan Presiden Soeharto adalah periode terakhirnya. Menggelorakan semangat mahasiswa tak hanya terjadi di siang hari.
(baca: Kisah Wiranto Cegah "Pengadilan Rakyat" Terhadap Soeharto dan Keluarga)
Pada malam hari, panggung budaya digelar dengan orasi-orasi mahasiswa sebagai menu utama. Tobas mengatakan, dalam beberapa aksi awal, mahasiswa belum menuntut Soeharto turun sebagai Presiden.
Bahkan, “ketakutan” tersebut juga terjadi di lingkup internal mahasiswa.
“Kalau ada yang bilang turunkan presiden ‘Ssttss.... jangan ngomong, jangan ngomong.’ Sebagian dari kita ada yang begitu. Walau di lingkup internal. Karena begitu kuatnya orde baru. Kita bergerak dulu deh. Apa ujungnya liat nanti. Jadi berbekal semangat itu aja dulu,” ucap Tobas.
Kemudian, Kesatuan Aksi Keluarga Besar UI (KBUI) melakukan konsolidasi ke berbagai kampus di Jakarta dan luar Jakarta. Mahasiswa saling menyampaikan solidaritasnya dan bertukar informasi.
(baca: Cerita Wiranto soal Inpres Soeharto yang Tak Dipakai untuk Kudeta)
“Siapa yang bisa berangkat sendiri, berangkat. Ada juga yang urunan. Memang tak besar paling banyak lima orang. Dan dengan transport seadanya,” tutur Tobas.