Takut keluar
Tobasbercerita, pada mulanya mahasiswa UI tak melancarkan aksi turun ke jalan sebagai bentuk menyatakan pendapat. Kala itu, kekuatan militer siap “menyapu” gerakan mahasiswa.
“Waktu itu kami belum berani keluar. Begitu keluar kami dipukul. Awalnya main di kandang. Orang masih tak terpikir untuk turun ke jalan di awal Februari 1998. Karena risikonya sangat tinggi,” kata dia.
Ketika itu, aksi mahasiswa dapat langsung dipadamkan. Barisan pasukan antihuru-hara (PHH) siap menghadapi mahasiswa jika berani melancarkan aksinya ke jalan.
(baca: Cerita di Balik Berita Utama "Kompas" Presiden Soeharto Siap Mundur)
Tobas mengakui, gerakan di dalam kampus terkelompok di tiap-tiap fakultas. Hal itu terjadi karena adanya peraturan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan).
“Karena ada warisan NKK/BKK sejak lama itu kan membuat konsentrasi aktivisme mahasiswa dan kegiatannya terfokus di dalam kampus dan fakultasnya masing-masing,” ucap Tobas.
Menteri Pendidikan dan kebudayaan Daoed Joesoef melegalkan NKK/BKK pada 1978. Daoed menganggap kehidupan mahasiswa harus dinormalkan kembali dari hiruk pikuk politik.
Tobas mengatakan, awal 1998 mahasiswa UI merasa perlu membuat gerakan bersama. Ia berharap mahasiswa dapat disatukan kembali. Lalu, aktivis tiap jurusan menjalin komunikasinya.
Namun, Tobas tidak mengetahui siapa penggerak awal yang menyatukan aktivis mahasiswa di tiap fakultas di UI. Ia merasa para aktivis memiliki kesadaran kolektif sehingga penyatuan mudah terjadi.
Sebagai koordinator aksi Fakultas Hukum, Tobas mengaku sempat terjekut dengan antusiasme yang ditunjukkan dengan penyatuan aktivis. Menurut Tobas, penyatuan ini mengandung risiko penghilangan aktivis secara paksa.
“Kami menyatukan diri setelah adanya kasus penghilangan paksa aktivis. Itulah yang menurut saya cukup mengagetkan. Berarti sudah ada tingkat kemuakan dengan kondisi rezim saat itu. kemuakan ini dirasakan sedemikian luasnya,” ucap Tobas.
Kesatuan Aksi Keluarga Besar UI (KBUI) pun terbentuk. Untuk mencegah penghilangan paksa kembali terjadi, aktivis UI bersepakat untuk tidak membuat satu tokoh yang menonjol. Mereka menutup rapat jalur komunikasi.
Akhirnya, pada 21 Mei 1998 atau tepat 18 tahun lalu, Soeharto mengumumkan berhenti sebagai Presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.