JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis mahasiswa Universitas Indonesia di era reformasi, Taufik Basari, mengenang masa-masa pendudukan Dewan Perwakilan Rakyat pada Mei 1998.
Bagi Tobas, sapaan Taufik Basari, pendudukan DPR yang tidak pernah diduga akan terjadi, berakibat pada perubahan arah Indonesia.
Tobas mengatakan, ide awal pendudukan DPR bukan berasal dari mahasiswa UI. Menurut dia, UI termasuk yang terlambat untuk bergabung ke DPR.
“Kayaknya itu ide awalnya Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Se-Jakarta (FKSMJ). Hal yang juga terpikir oleh temen-teman Forum Kota (Forkot). Yang jelas bukan UI awalnya,” ucap Tobas saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta (20/5/2016).
Tobas menuturkan, pendudukan DPR terjadi sejak tanggal 18 Mei 1998. Adian Napitupulu bersama Forkot datang dari pintu depan DPR. Sedangkan FKSMJ datang dari pintu belakang DPR.
(baca: Pendudukan Gedung DPR MPR, Puncak Protes Rakyat yang Jatuhkan Soeharto)
Menurut Tobas, hanya sekitara 200-300 mahasiswa yang datang kali pertama ke DPR. Dengan terorganisir atau terpencar, mahasiswa berdatangan setelah mengetahui kabar pendudukan DPR.
Dari Depok, mahasiswa UI menunggu kejelasan kabar pendudukan.
“Beberapa kelompok termasuk saya sudah tak sabar. Akhirnya kami rapat terakhir dengan agenda merencanakan situasi terburuk untuk evekuasi. Masing-masing fakultas dibekali presentasi untuk jalur evakuasi,” ucap Tobas.
Mahasiswa pun meminta kepada pihak rektorat untuk menyediakan bis kuning. Bis umum juga disewa dengan cara urunan untuk tambahan armada ke DPR.
(baca: Cerita Wiranto soal Inpres Soeharto yang Tak Dipakai untuk Kudeta)
Tobas tak menyangka jalan di Jakarta akan sepi. Ia mengira akan terjadi bentrok dengan militer. Bahkan, ia melihat sambutan luar biasa yang diberikan masyarakat.
Sesampainya di kompleks Parlemen Senayan, anggota Dewan sudah meninggalkan DPR. Tobas sempat bertemu dengan Eki Syachrudin, anggota DPR Fraksi Golkar.
“Dia termasuk yang kritis. Dia berani temuin mahasiswa. Dia bilang ini (Presiden Soeharto) memang harus turun,” tutur Tobas.