JAKARTA, KOMPAS.com - Tokoh Poros Muda Golkar Ahmad Dolly Kurnia tak menyetujui adanya kewajiban setor bagi setiap calon ketua umum Partai Golkar yang dipatok Rp 1 miliar. Menurut dia, menjadi pimpinan sebuah organisasi politik merupakan sebuah perjuangan.
"Masa kok orang mau mengabdi, mau berjuang dengan cita-citanya kok harus bayar?" Kata Dolly di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (28/4/2016).
Ia pun menilai, pengabdian seorang calon ketua umum yang sudah bertahun-tahun jauh lebih mahal dibandingkan berapa pun jumlah uangnya.
"Apa yang diberikan selama 10 tahun itu jauh lebih mahal dengan beberapa pun kalau diangkain uang. Kalau mau jadi ketua harus bayar lagi, bagaimana itu," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, pemberlakuan uang setoran bagi calon ketua tersebut menjadi preseden yang tidak baik bagi kader-kader di daerah.
(Baca: Golkar Patok Setoran Rp 1 M untuk Setiap Caketum)
"Untuk jadi ketua DPD provinsi mau menjadi ketua DPD kabupaten atau desa harus bayar. Lho, enggak bisa dihindari. Mereka nanti bilang wong DPP aja bayar kok, masa kita enggak bayar?" imbuhnya.
Adapun alasan ketiga mengapa Dolly tak menyetujui pemberlakuan setoran bagi caketum tersebut, karena kontras dengan usulan yang diajukan organisasi.
"Kami mengusulkan di dalam organisasi, Partai Golkar menginginkan biaya partai itu ditanggung oleh negara. Lho kok ini diserahkan ke orang ke orang?" tutur Dolly.
(Baca: Tanpa Uang Saku Peserta, Munas Golkar Diperkirakan Kuras Rp 47 Miliar)
Ia menambahkan, dirinya menyetujui jika pengumpulan uang tersebut untuk memenuhi unsur gotong royong. Namun, bisa saja dibuat seperti fundraising atau penggalangan dana. Dolly mencontohkan, seperti penggalangan dana yang dilakukan Generasi Muda Partai Golkar.
"Sekarang sudah terkumpul Rp 200 juta sekian. Dilanjutkan saja kalau memang ingin membangkitkan partisipasi," kata dia.