Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Yudisial dan Non-yudisial Dinilai Perlu Berdampingan dalam Penyelesaian Tragedi 1965

Kompas.com - 19/04/2016, 22:18 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan anggota Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM), Harry Wibowo, mengatakan bahwa proses yudisial dan non-yudisial tidak bisa dipisahkan dalam upaya penyelesaian Tragedi 1965.

Menurut Harry, proses yudisial dan non-yudisial seperti dua sisi mata uang. Dua jalur penyelesaian tersebut bukan merupakan hal yang dapat digantikan satu sama lain.

"Dua mekanisme tersebut adalah dua hal yang melengkapi. Dengan adanya upaya non-yudisial (rekonsiliasi) bukan berarti tidak perlu yudisial," ujar Harry saat menjadi panelis Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (19/4/2016).

Lebih lanjut, Harry menjelaskan, di dalam proses penyelesaian, pemerintah tidak bisa mengesampingkan hak korban untuk mengetahui kebenaran, hak atas keadilan, hak rehabilitasi dan reparasi, serta jaminan tidak berulangnya kejahatan tersebut pada masa depan.

Karena itu, ia memandang proses yudisial penting untuk tetap dilakukan. Langkah awal yang bisa ditempuh, kata Harry, adalah membuka hasil penyelidikan oleh Komnas HAM kepada publik.

Selain itu, Harry menyarankan Kejaksaan Agung untuk mengatakan hal yang menjadi kekurangan dari penyelidikan tersebut.

Setelah itu, pemerintah membentuk komisi kebenaran dan pemulihan korban yang bersifat independen dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Komite tersebut berfungsi untuk merespons hasil dari penyelidikan Komnas HAM dan penyidikan Kejaksaan Agung.

"Selama ini, berkas kasus pelanggaran HAM masa lalu selalu bolak-balik di Komnas HAM dan Kejaksaan Agung," ujarnya.

Hal senada juga diutarakan oleh Kamala Chandra Kirana dari Koalisi untuk Kebenaran dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK). Menurut dia, rekonsiliasi nasional merupakan dampak dari proses pengungkapan kebenaran yang seharusnya lebih dulu diupayakan oleh pemerintah.

(Baca: Proses Yudisial Dinilai Perlu Dilakukan untuk Selesaikan Tragedi 1965)

Meskipun sulit, kata Kamala, proses pengadilan harus tetap dilakukan. Proses tersebut merupakan satu-satunya upaya menuju penyelesaian yang komprehensif dan berkeadilan.

"Meski sulit, ada hal-hal yang bisa dipertanggungjawabkan dalam pengadilan," ujar Kamala.

Kompas TV Tragedi 65, Luhut: Tak Terpikir untuk Minta Maaf
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com