Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setara Berharap Simposium 1965 Rekomendasikan Pembentukan Komite Kepresidenan

Kompas.com - 16/04/2016, 05:58 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti hukum dan hak asasi manusia dari Setara Institute, Achmad Fanani Rosyidi, berpendapat bahwa Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 pada 18-19 April 2016 merupakan salah satu upaya negara melanggengkan impunitas.

Hal tersebut tersirat dalam pernyataan yang pernah dikeluarkan oleh Ketua Pengarah Simposium Nasional Agus Widjoyo yang mengatakan bahwa tujuan Simposium diadakan bukan untuk mencari siapa yang benar dan yang salah, tetapi mencari akar permasalahan.

"Melihat dari tendensi yang ada, simposium ini mau dibawa ke praktik impunitas," ujar Achmad saat memberikan keterangan pers di kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (15/4/2016).

"Ada upaya negara melakukan impunitas. Simposium dijadikan pembenaran menuju rekonsiliasi," kata dia.

Oleh karena itu, ia mengusulkan dalam simposium tersebut harus tercantum mengenai pembentukan Komite Kepresidenan Penuntasan Pelanggaran HAM masa lalu dalam hasil rekomendasinya.

Dengan membentuk Komite tersebut, kata Achmad, proses penyelesaian yang digagas pemerintah dilakukan oleh orang-orang yang kredibel dan independen. Komite tersebut bisa memberikan arah dan prakarsa penyelesaian.

"Di simposium itu tidak dibahas mekanisme penuntasan. Maka harus dibentuk Komite Kepresidenan," ucapnya.

(Baca juga: Simposium Tragedi 1965 Dinilai Sekadar Diskusi Tanpa Pengungkapan Kebenaran)

Lebih lanjut ia menjelaskan, rekonsiliasi yang digagas oleh pemerintah merupakan langkah yang salah kaprah. (Baca juga: Kontras Menilai Tak Ada Ruang Aspirasi bagi Penyintas di Simposium Tragedi 1965)

Seharusnya proses rekonsiliasi dilakukan setelah ada upaya pengungkapan kebenaran oleh Pemerintah melalui mekanisme yudisial.

"Rekonsiliasi yang digagas oleh negara salah kaprah. Karena ini merupakan output dari pengungkapan kebenaran. Saya khawatir Simposium jadi pembenaran bagi negara untuk sekadar meminta maaf," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com