Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imparsial Keberatan Pemerintah Hapus Izin Penyadapan dalam RUU Anti-Terorisme

Kompas.com - 06/03/2016, 17:50 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial, Al Araaf, menyatakan keberatannya atas hilangnya aturan tentang izin penyadapan tersebut.

Ia berpendapat bahwa proses penyadapan yang dilakukan tanpa melalui mekanisme izin ketua pengadilan sangat berpotensi disalahgunakan dan melanggar hak privasi warga negara.

"Penyadapan mau tidak mau harus dilakukan melalui mekanisme izin ketua pengadilan," ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Sabtu (5/3/2016).

Pemerintah berencana mengubah ketentuan terkait kewenangan penyadapan oleh penyidik melalui revisi Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terosisme dengan menghilangkan aturan izin penyadapan oleh ketua pengadilan.

(Baca: Ini Pasal yang Dianggap Kontroversial dalam Draf RUU Anti-Terorisme)

Di dalam pasal 31 draf RUU tersebut, kewenangan menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melaksanakan tindak pidana terorisme, atau untuk mengetahui keberadaan seseorang atau jaringan terorisme.

Pelaksanaan penyadapan tersebut wajib dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

Sementara pada UU saat ini, menyebutkan tindakan penyadapan hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 tahun.

(Baca: Luhut: Saya Berdoa Tak Ada Bom Meledak Dekat Penolak RUU Antiterorisme)

Lebih lanjut, menurut AL Araf, Pemerintah sebaiknya menindaklanjuti putusan MK Nomor 5/PUU-VIII/2010 yang menyatakan bahwa penyadapan sebaiknya diatur dalam undang-undang tersendiri.

Hal ini diperlukan untuk memastikan mekanisme pertanggungjawaban penyadapan tersebut.

Ia juga menambahkan, hukum dalam masyarakat demokratis berfungsi untuk memberi, mendefinisikan, dan mengatur pelaksanaan kewenangan-kewenangan negara.

Dengan cara menetapkan batasan-batasan yang jelas terhadap kewenangan negara, hukum melindungi hak-hak warga negara dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan.

"Dengan mengingat ulang teori itu, bisa dikatakan bahwa produk legislasi antiterorisme sebenarnya perlu dan sesuai dengan kepentingan warga negara terhadap perlindungan hak-haknya," kata Al Araf.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com