Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU ITE Diharapkan Tak Lagi Mengatur soal Berpendapat di Dunia Maya

Kompas.com - 19/02/2016, 07:37 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa kalangan pemerhati media berharap revisi UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tak lagi mengatur lagi tentang pasal pencemaran nama baik.

Mantan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia, Ezki Suyanto, berharap, UU ITE lebih fokus mengatur soal transaksi elektronik dan e-commerce.

Ia mengatakan, UU ITE seharusnya tak mengatur tentang bagaimana masyarakat berpendapat di dunia maya.

Selain itu, menurut Ezki, akan lebih baik jika pasal pencemaran nama baik masuk dalam ranah hukum perdata, tidak lagi berada dalam lingkup pidana.

"Seharusnya UU ITE dibuat untuk meregulasi e-commerce. Banyak pengusaha yang menjalankan perdagangan elektronik tidak terkena pajak. Bukannya malah mengatur apa yang kita tulis dan bicarakan di dunia maya," ujar Ezki, pada diskusi terkait revisi UU ITE, di Jakarta, Kamis (18/2/2016).

Ia berpendapat, penyelesaian sengketa pencemaran nama baik lebih efektif diselesaikan melalui jalur perdata.

Dengan demikian, proses penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui jalur mediasi.

Sanksi yang diterapkan pun bisa berupa hukuman dengan efek jera lebih besar dibandingkan ancaman pidana penjara.

"Tuntutannya bisa kerja sosial atau permintaan maaf di beberapa media massa nasional. Kalau pidana, sangat subjektif dan rentan dengan pembalasan dendam. Sistem hukum kita belum ajeg," kata dia.

Sementara itu, Manajer Program Yayasan Satu Dunia, Anwari Natari, menganggap pasal pencemaran nama baik pada UU ITE seringkali digunakan untuk membungkam kritik dan shock therapy.

Pola pemidanaan seperti itu terjadi karena pasal 27 ayat 3 memuat ancaman pidana penjara selama 6 tahun jika seseorang terbukti melakukan pencemaran nama baik.

Dengan adanya ketentuan pidana penjara di atas 5 tahun, maka tertuduh pencemar nama baik bisa ditahan selama 20 hari dalam proses penyidikan.

Masa penahanan juga bisa diperpanjang lagi selama 20 hari apabila penyidik membutuhkan waktu lebih lama.

"Praktiknya di beberapa kasus pasal ini banyak digunakan untuk shock therapy. Bagi penuntut tidak bermasalah apakah nanti yang dituntut akan terbukti bersalah, yang penting sudah bikin masuk penjara terlebih dulu," ujar Anwari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com