JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi, Abdullah Hehamahua, menyayangkan munculnya wacana memindahkan penyidik Novel Baswedan dari KPK demi menyelesaikan kasusnya.
Dengan sikap demikian, kata dia, maka KPK secara tidak sadar telah bertindak sebagai eksekutor bagi Novel.
"Sama saja dengan KPK mengambil alih wewenang kejaksaan untuk menjatuhkan sanksi ke Novel," ujar Abdullah melalui pesan singkat, Jumat (5/2/2016).
Abdullah tidak menyetujui adanya tawar menawar dalam perkara Novel. Menurut dia, lebih baik Novel menjalani proses hukumnya di pengadilan ketimbang harus jadi korban lobi dan keluar dari institusi tempatnya mengabdi. (baca: Busyro: Keluarnya Novel dari KPK Akan Memantik Kegaduhan Baru)
"Kalau salah harus diproses sesuai dengan ketentuan yang ada. Kalau tidak salah, juga harus dilepaskan dari proses hukum sesuai dengan ketentuan yang ada," kata Abdullah.
Sebab, kata Abdullah, tujuan hukum agar terciptanya kepastian hukum, tegaknya keadilan, dan asas manfaat bagi masyarakat. (baca: Wadah Pegawai KPK: Tak Boleh Ada Tawar-menawar Kasus Novel Baswedan)
Dalam dunia militer, Abdullah menyebut ada istilah "dikaryakan" pada era orde baru. Seorang petinggi militer "dikaryakan" sebagai pejabat eksekutif atau anggota legislatif.
Abdullah mengatakan, bisa saja konsep itu diterapkan di KPK dan membuat Novel "dikaryakan" di Kementerian lain.
"Tugasnya, selain sebagai whistle blower, mereka juga melakukan perbaikan sistem tata laksana administrasi di kementerian tersebut," kata Abdullah.
Namun, hal tersebut berpotensi melanggar perundang-undangan. Oleh karena itu, KPK harus mengamandemen UU KPK baru bisa memindahkan Novel. (baca: Johan Budi Bantah Ada Barter untuk Penyelesaian Kasus Novel Baswedan)
"Dalam undang-undang itu, harus dinyatakan bahwa PNS, termasuk polisi dan jaksa, yang ditugaskan di KPK, berstatus sebagai pegawai tetap KPK dan berstatus sebagai pegawai negara," kata Abdullah.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membenarkan bahwa ada opsi untuk memindahkan Novel dari KPK. KPK memberi kesempatan seluas-luasnya bagi Novel untuk berkembang di tempat lain.
Namun, ia membantah bahwa opsi tersebut merupakan hasil lobi-lobi dengan Polri dan Kejaksaan. (baca: Kasusnya Dihentikan, Novel Baswedan Diberi Opsi Mengabdi di Luar KPK)
"Novel Baswdan itu fleksibel. Oleh sebab itu, diyakini akan bisa menyesuaikan diri di mana saja dan tetap relevan dengan keahliannya," ujar Saut.
KPK, kata Saut, memikirkan cara untuk menyelesaikan masalah tanpa memunculkan kegaduhan. Seiring ditariknya berkas perkara Novel, maka penyidik senior KPK itu hengkang dari KPK.
"Agar semua tuntas dan Novel Baswedan bisa mengabdi tanpa diikat oleh masa lalunya," kata Saut.
Presiden Joko Widodo meminta perkara yang menjerat Novel Baswedan dan dua mantan pimpinan KPK, Araham Samad dan Bambang Widjojanto segera diselesaikan.
Jokowi meminta Jaksa Agung HM Prasetyo untuk mencari cara penyelesaian yang tidak melanggar hukum. (baca: Jokowi Minta Kasus Novel, Bambang dan Abraham Diselesaikan)
"Presiden ingin perkara-perkara yang berkaitan dengan KPK diselesaikan karena ini sudah cukup lama. Tentu dengan alasan-alasan yang bisa dibenarkan secara hukum," kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Johan Budi SP di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.