Oleh: Indriyanto Seno Adji
JAKARTA, KOMPAS - Pelaksanaan upaya paksa (dwang middelen atau coerciece force) merupakan bagian dari penegakan hukum yang harus dihormati, dan bukan sesuatu yang harus dipolemikkan. Sebab, sarana keberatan terhadap pelaksanaan upaya paksa sudah diberikan tempatnya baik oleh regulasi maupun yurisprudensi.
Kontroversi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan DPR soal "penggeledahan" ruang kerja tersangka Dhamayanti Wisnu Putranti (DWP), anggota DPR dari Komisi V, justru mengingatkan kembali kontroversi kejadian penggeledahan ruang kerja tersangka Al Amin Nur Nasution, anggota Komisi IV DPR, beberapa tahun lalu. Hal itu khususnya sewaktu KPK melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap beberapa dokumen yang berada di ruang kerja Al Amin tersebut.
Namun, kontroversi protes penggeledahan kali ini dapat dikatakan lebih keras manakala dilakukan Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR. Di satu sisi, tindakan KPK dianggap sebagai momentum baru pembersihan kelembagaan negara sebagai hulu tertinggi institusi lembaga politik ketatanegaraan atas praktik korupsi dan suap yang menjadi karakter kultur penegakan hukum itu sendiri. Di sisi lain, tindakan KPK dianggap melecehkan DPR sebagai lembaga politik ketatanegaraan tertinggi yang harus dijaga kehormatan dan karismatiknya.
Institusi kenegaraan independen penegakan hukum mengalami hal serupa manakala pembersihan terhadap institusi politik kenegaraan merupakan awal siklus rutinitas dari masyarakat yang responsif atas buruknya penegakan hukum. Menjamurnya korupsi kelembagaan merupakan arah penegakan hukum yang perspektif. Korupsi kelembagaan ini tidaklah diartikan sebagai bentuk legitimasi lembaga terhadap perbuatan koruptif, tetapi lebih pada penyimpangan tindakan kolektif terhadap kebijakan-kebijakan negara yang merugikan keuangan atau memberikan beban kontaminasi terhadap kelembagaan negara tersebut.
Korupsi sudah menyebar dan merata di kalangan institusi pemerintahan, kenegaraan, ataupun swasta. Bahkan, korupsi sudah dianggap sebagai bagian hidup bangsa ini. Korupsi individu sebagai bentuk konvensional sudah tertinggal.
Beberapa pendekatan
Dalam menyikapi penggeledahan tersebut, polemik menjadi wajar apabila masyarakat memiliki harapan berkelebihan searah dengan kewenangan yang luar biasa pada KPK. Dengan kekuatan luar biasa yang dimiliki KPK, diharapkan pula segala bentuk, cara, dan aplikasi korupsi dapat dijadikan suatu bagian tatanan pemberantasan korupsi yang harus diselaraskan dengan tata cara norma dan regulasi kelembagaan negara.