JAKARTA, KOMPAS.com — Kejaksaan Agung tidak gentar mengusut dugaan korupsi melalui pemufakatan jahat yang diduga dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid.
"Kalau tidak berani, tidak usah menjadi jaksa," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah di kantornya, Rabu (2/12/2015).
"Lagi pula, kami kan bukan orang politik. Kami ini kan aparat penegak hukum. Yang angkat saya Presiden. Ada indikasi masa kita biarkan saja," lanjut dia.
Arminsyah yang juga mantan Jaksa Agung Muda Pengawasan tersebut mengatakan bahwa di hadapan hukum, semua warga negara Indonesia adalah sama.
Tidak ada yang kebal di mata hukum.
Ia pun yakin langkah Korps Adhyaksa untuk menyelidiki perkara itu mendapat dukungan masyarakat.
"(Meski melibatkan) politisi kuat, pengusaha besar, tetapi apa rakyat tidak mau mendukung? Ya dukunglah," ujar Arminsyah.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo membenarkan pihaknya membuka penyelidikan atas pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang diduga dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto.
Perkara itu, lanjut Prasetyo, akan diselidiki dengan konstruksi dugaan pemufakatan jahat mengarah ke tindak pidana korupsi.
"Tentang pemufakatan jahat sendiri kan ada di hukum positif dan itu diatur dalam undang-undang," kata Prasetyo.
Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Sudirman menuding Setya melakukan pelanggaran kode etik.
Menurut Sudirman, Setya bersama seorang pengusaha meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden Joko Widodo dan 9 persen untuk Wakil Presiden demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.
Hingga kini, laporan Sudirman telah ditindaklanjuti MKD dengan menggelar beberapa sidang. Namun, belum ada keputusan apa pun soal hal itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.