Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto: Saya Tak Pernah Akui Rekaman Itu Suara Saya

Kompas.com - 20/11/2015, 16:35 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPR Setya Novanto membantah telah mengakui bahwa rekaman yang diserahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan DPR adalah suaranya.

Novanto meminta Polri untuk melakukan uji forensik terhadap rekaman tersebut untuk benar-benar membuktikan bahwa tak ada yang salah dari rekaman tersebut.

"Saya tidak pernah akui rekaman itu (suara saya)," kata Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/11/2015).

Hal tersebut disampaikan Novanto dalam menanggapi hasil pertemuan pimpinan MKD pada Kamis sore. (Baca: F-Golkar: Novanto Baru Setahun Jadi Pimpinan DPR, Masih Belajar)

Dalam pertemuan itu, Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menyatakan, rekaman tersebut tak perlu diuji melalui lab karena terduga sudah mengakui rekaman itu.

Pimpinan MKD pun sepakat melanjutkan kasus Novanto tanpa terlebih dulu mengecek orisinalitas rekaman. (Baca: Stafsus Menteri ESDM Sambangi KPK, Ada Apa?)

"Belum tentu suara saya. Bisa saja diedit dengan tujuan menyudutkan saya," ucap Novanto.

Novanto mengakui, dia dan pengusaha minyak Riza Chalid bertemu dengan petinggi PT Freeport Maroef Sjamsoeddin.

Namun, menurut dia, mengakui pertemuan tersebut bukan berarti mengakui rekaman yang kini dijadikan barang bukti di MKD. Sebab, dia melanjutkan, transkrip yang sudah beredar mengenai pertemuan tersebut pun tidak utuh.

"Banyak di dalam skrip yang tidak masuk. Banyak yang diedit. Nanti pada saatnya saya pasti akan sampaikan," ucap politisi Partai Golkar ini.

Sudirman Said sebelumnya melaporkan Setya Novanto ke MKD atas dugaan meminta saham dari PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. (Baca: Menteri ESDM Akui Politisi Pencatut Nama Jokowi adalah Setya Novanto)

Dalam laporannya ke MKD, Sudirman menyebut adanya pertemuan sebanyak tiga kali. Pertemuan itu dilakukan antara Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (FI) Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha minyak, Muhammad Riza Chalid.

Menurut Sudirman, Novanto meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden, dan 9 persen untuk Wapres, demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport. (Baca: "Politisi Kuat" Minta Saham 20 Persen ke Freeport untuk Presiden dan Wapres)

Sudirman mengaku mendapat informasi itu dari pimpinan Freeport.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com