JAKARTA, KOMPAS.com – Surat Edaran Kepala Polri Nomor SE/06/X/2015 tentang penanganan ujaran kebencian atau hate speech tidak hanya untuk melindungi Kepala Negara dari tindak pidana pencemaran nama baik, fitnah, dan penghinaan.
Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, surat itu juga ditujukan untuk melindungi setiap warga negara Indonesia dari tindak pidana serupa.
"Karena perlakuan itu (penyebaran kebencian) bisa mengarah ke kelompok atau individu. Bisa jadi korbannya wartawan, pejabat, gubernur, polisi, tokoh agama, pimpinan parpol, masyarakat bawah," ujar Badrodin saat dihubungi, Selasa (3/11/2015).
Ia memastikan bahwa tidak ada perbedaan perlakuan hukum bagi siapa saja yang merasa menjadi korban tindak pidana tersebut.
Yang berbeda dari edaran itu dengan sebelum-sebelumnya, personel Polri tidak langsung membawa perkara dugaan pencemaran nama baik, fitnah dan penghinaan, serta sejenisnya ke proses hukum.
Polisi mengedepankan fungsi preventif. Salah satu contohnya adalah dengan melakukan mediasi bagi pihak-pihak yang terlibat tindak pidana tersebut.
"Toh dalam SE itu ada tata cara penanganannya, tidak langsung ditindak. Tetapi ada jalur utamanya, misalnya mediasi. Nanti kalau tidak ada solusinya, baru dilanjutkan ke ranah hukum," ujar Badrodin.
Ia menegaskan bahwa surat edaran tersebut bukan untuk membungkam suara kritis terhadap pemerintah, bahkan Kepala Negara. Surat itu justru berkontribusi dalam hal jaminan kebebasan berpendapat.
"Saya kasih contoh, misalnya ada si A ngatain B. Ya kalau B toleran, mungkin tidak masalah. Tapi kalau dia tidak toleran, apa yang dia lakukan? Bisa melapor ke polisi atau dia malah bawa teman-temannya untuk keroyok si A atau membakar rumahnya. Nah, dengan SE ini kami mengantisipasi hal-hal seperti itu," ujar Badrodin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.