Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 8 Kasus Pelanggaran HAM yang Masih "Macet" hingga Sekarang

Kompas.com - 29/09/2015, 05:22 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi, mengatakan, terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden RI pada awalnya membawa harapan baru bagi penyelesaian pelanggaran HAM. Sebab, mantan Gubernur DKI Jakarta itu berjanji mengungkap dengan adil peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Namun, saat ini sejumlah kasus pelanggaran HAM dianggap masih belum jelas kelanjutan penyelesaiannya. Penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu bukan hanya dinilai sebagai amanat reformasi, tapi merupakan tantangan bagi bangsa untuk menatap masa depan. Penuntasan pelanggaran HAM berat juga merupakan uji ketahanan bangsa sebagai negara hukum.

"Pemerintah Jokowi bisa berdalih bahwa prioritas mereka saat ini adalah pembangunan ekonomi. Argumentasi ini adalah cara menghindari tanggung jawab konstitusional Jokowi dari kewajiban menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat," ujar Hendardi di Kantor Setara, Jakarta, Senin (28/9/2015).

Ia menambahkan, pengungkapan pelanggaran HAM masa lalu akan menunjukkan bahwa hukum masih berdaulat di Indonesia. Terlebih, dikatakan dalam Pasal 1 ayat 3 UUD Negara RI 1945 bahwa Indonesia adalah negara hukum. Namun, pada kenyataannya, Hendardi menambahkan, sejumlah kasus HAM berat hanya mondar-mandir di Komnas HAM dan Kejaksaan Agung tanpa menemui titik temu.

Setara Institute merilis daftar kasus pelanggaran HAM berat yang macet di Kejaksaan Agung dan Komnas HAM.

Berikut daftar kasus tersebut:

1. Peristiwa Pembunuhan Massal 1965

Pada 2012, Komnas HAM menyatakan menemukan ada pelanggaran HAM berat pasca-peristiwa Gerakan 30 September 1965. Sejumlah kasus yang ditemukan antara lain penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, penghilangan paksa hingga perbudakan. Kasusnya macet di Kejaksaan Agung. Korban mencapai 1,5 juta orang yang sebagian besar anggota PKI atau ormas yang berafiliasi dengannya.

2. Peristiwa Talangsari-Lampung 1989

Pada Maret 2005, Komnas HAM membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Pada 19 Mei 2005 tim menyimpulkan adanya unsur pelanggaran HAM berat. Berkas hasil penyelidikan diserahkan Komnas HAM ke Jaksa Agung (2006) untuk ditindaklanjuti, namun macet di Kejaksaan. Korban mencapai 803 orang.

3. Tragedi Penembakan Mahasiswa Trisakti 1998

Komnas HAM telah melakukan penyelidikan kasus Trisakti dan selesai pada Maret 2002. Masuk ke Kejaksaan Agung berkali-kali, namun berkali-kali juga dikembalikan. Bahkan pada 13 Maret 2008 dinyatakan hilang oleh Jampidsus Kejaksaan Agung, Kemas Yahya Rahman. Korban mencapai 685 orang.

4. Tragedi Semanggi I 1998 

Komnas HAM telah melakukan penyelidikan Tragedi Semanggi I dan selesai pada Maret 2002. Namun berkas hanya bolak-balik dari Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Pada 13 Maret 2008 berkas tersebut dinyatakan hilang oleh Jampidsus Kejaksaan Agung, Kemas Yahya Rahman. Korban mencapai 127 orang.

5. Tragedi Semanggi II 1999

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

Nasional
Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Nasional
Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Nasional
KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

Nasional
Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Nasional
Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Nasional
Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Nasional
Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com