Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Catat Tujuh Orang Tewas Ketika Jalani Proses Hukum di Polisi

Kompas.com - 24/08/2015, 15:01 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat, tujuh orang meninggal dunia dan 16 orang lainnya mengalami luka-luka diduga akibat proses hukum di kepolisian. Jumlah itu terjadi dalam kurun waktu empat bulan dari Mei hingga Agustus 2015.

"Jumlah ini hanya yang berdasarkan aduan, ya. Sangat mungkin jumlahnya lebih dari ini," ujar Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Andriyani dalam konferensi pers di Sekretariat Kontras, Menteng, Jakarta, Senin (24/8/2015) siang.

Jumlah itu terjadi pada empat kasus. Pertama, 8 Mei 2015, yakni RS (16). Korban ditangkap Jatanras Polres Samarinda bersama rekannya terkait tuduhan pencurian sepeda motor. RS lalu dipaksa mengaku tindak pidana pencurian dengan cara disiksa. Sebelum meninggal dunia, korban mengalami muntah-muntah.

Pada 8 Juni 2015, Kontras menerima aduan dugaan penyiksaan anggota Polsek Serpong terhadap 19 warga Lampung Timur di mana 5 orang di antaranya meninggal dunia. Belasan orang itu semula ditanggkap terkait keterlibatan sindikat pencurian sepeda motor. Namun, karena tak ditemukan adanya bukti cukup kuat, 14 orang dibebaskan dan lima lainnya dilaporkan meninggal dunia dengan luka tembak. Salah satu di antaranya meninggal dengan kondisi patah tulang leher.

Pada 22 Juni 2015, Kontras menerima aduan dugaan penyiksaan oleh anggota Polsek Widang, Tuban, terhadap anak di bawah umur berinisial VA (12). Kasus ini diawali dengan laporan tetangga VA yang sepeda motornya dicuri yang diduga dilakukan oleh VA. Polisi pun menangkap VA, kemudian ia disiksa agar mengakui perbuatan tersebut. Namun, akhirnnya VA dilepas karena tuduhan itu tak terbukti.

Pada 7 Agustus 2015, Kontras menerima pengaduan kasus kematian Suharli yang diduga dilakukan oleh anggota Polres Bangka. Peristiwa ini diawali dengan penangkapan seorang pengguna narkoba. Si pengguna menyebut nama Suharli sebagai asal muasal barang haram.

Polisi menangkap Suharli saat berada di kediaman salah satu anggota polisi. Ia diinterogasi agar menunjukkan barang bukti dengan cara disiksa. Suharli diduga meninggal dunia karena penyiksaan itu.

Yati mengkritik proses penyidikan pada empat perkara itu. Menurut Kontras, peristiwa itu akibat abainya Polri terhadap KUHAP bahwa penangkapan haruss dilakukan berdasarkan alat bukti yang cukup dan lain-lain.

"Polisi menggunakan hak diskresinya tanpa mendasarinya dengan hukum yang ada. Ya contohnya itu, menanggkap tanpa ada alat bukti cukup. Karena mau mengejar keterangan, akhirnya disiksa," ujar Yati.

"Ini menunjukkan skill polisi menangani tindak pidana itu minim. Mereka ambil jalan pintas, tangkap, siksa, demi keterangan yang bisa jadi tak sesuai fakta. Dan parahnya lagi, tidak ada perubahan dari tahun ke tahun," lanjut Yati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com