Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalla: Bagaimana Cara Membuktikan Ada Calon Boneka di Pilkada?

Kompas.com - 28/07/2015, 20:11 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai kehadiran calon boneka dalam pilkada serentak tidak bisa dipungkiri. Ia memprediksi akan muncul calon boneka yang sengaja dipasang sebagai lawan bagi calon terkuat sehingga tidak memunculkan calon tunggal.

Alasan memunculkan calon boneka karena pilkada di daerah tersebut akan ditunda pelaksanaannya hingga gelombang berikutnya jika hanya satu pasang calon yang mendaftar.

"Saya kira tidak banyak, tidak mudah menjadi boneka kan. Tapi, mungkin ada saja daerah yang calonnya terlalu kuat orang tidak mau (maju melawan). Lalu, daripada cari biaya buang-buang uang juga dapatnya kalah, ya lebih baik tidak maju, tapi kalau sendiri juga tidak bisa jadi, ya mungkin ada kompromi untuk mendukung, tetapi praktiknya seakan-akan melawan," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (28/7/2015).

Kendati demikian, membuktikan seseorang merupakan calon boneka yang sengaja dipasang agar pikada serentak tetap digelar bukan perkara mudah. Kemunculan calon boneka ini sulit dikenali dan tidak bisa ditindak.

"Bagaimana caranya membuktikan dia itu boneka? Apa rumusannya bahwa dia itu boneka? Susah kan? Dia mendaftar, dapat dukungan 20 persen, dia juga memang tidak serius ya bagaimana," ujar Kalla.

Wapres juga menyampaikan adanya usulan untuk membatasi syarat dukungan maksimal bagi partai politik atau gabungan partai untuk mengajukan calon kepala daerah. Salah satu usulannya, partai politik atau gabungan parpol dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi perolehan sekurang-kurangnya 20 persen dari kursi DPRD dan sebanyak-banyaknya 50 persen kursi.

Sejauh ini, undang-undang baru mensyaratkan batas minimal dukungan 20 persen dan belum menetapkan syarat batas maksimal dukungan.

"Jadi, tiap tahun itu ada minimum dukungan partai, katakanlah 20 persen, maksimum 50 persen, jadi yang 50 persen itu harus cari yang lain. Ini saran dari seorang menteri waktu sidang kabinet kemarin," ujar Kalla.

Rencana pembatasan ini bertujuan menekan adanya calon tunggal. Dengan membatasi syarat dukungan maksimal, diharapkan tidak ada monopoli koalisi partai yang mendukung satu pasangan calon.

Meski demikian, menurut dia, usulan ini tidak mungkin direalisasikan dalam pemilihan kepala daerah serentak tahun ini. Kemungkinan pemerintah akan mengajukan usulan ini sebagai peraturan baru dalam pilkada serentak gelombang berikutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com