Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemuda Muhammadiyah Desak Jokowi dan Kapolri Copot Budi Waseso

Kompas.com - 15/07/2015, 06:02 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mendesak Presiden Joko Widodo dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti untuk segera mencopot Komjen Budi Waseso dari jabatan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri. Menurut Dahnil, Budi Waseso atau yang kerap disapa Buwas itu telah sewenang-wenang menggunakan jabatannya untuk mengkriminalisasi aktivis dan aparat penegak hukum lain.

"Selama menjadi Kabareskrim, Buwas telah mengkriminalkan aktivis antikorupsi dan penegak hukum yang justru melawan korupsi," ujar Dahnil melalui siaran pers, Rabu (15/7/2015).

Padahal, kata Dahnil, dugaan kriminal yang menjerat tokoh pro-pemberantasan korupsi itu hanya kasus sepele. Ia pun mempertanyakan mengapa Buwas begitu cepat tanggap menangani perkara itu, sementara penanganan kasus-kasus besar justru lama.

"Dia mengkriminalisasi para aktivis antikorupsi dan penegak hukum melalui kasus remeh-temeh, seperti kasus pemalsuan KTP dan pencemaran nama baik. Tidak satu pun kasus besar korupsi atau kasus kriminal lainnya yang dengan cepat ditangani oleh Buwas," kata Dahnil.

Selain itu, Dahnil mengkritik sikap Buwas yang tidak terima saat disindir mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Maarif. Menurut Daniel, perilaku Buwas tersebut telah menyinggung warga Muhammadiyah dan kelompok masyarakat lainnya.

"Oleh sebab itu, kami mendesak Presiden dan Kapolri untuk mencopot Kabareskrim Buwas," kata Dahnil.

Sebelumnya, Syafii Maarif meminta ketegasan Presiden Jokowi atas dugaan kriminalisasi terhadap penegak hukum. Belum surut pemberitaan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditetapkan sebagai tersangka, kini dua komisioner Komisi Yudisial (KY) mengalami hal serupa.

"Kok mudah sekali menjadikan tersangka. Saya berharap bangsa ini jangan dipimpin oleh orang yang tidak keru-keruan ini," ujar Syafii.

Menurut dia, Polri harus melakukan reformasi dengan mengganti orang-orang yang terlihat ingin melemahkan instansi penegak hukum lainnya. Ia mengatakan, seharusnya Jokowi memerintahkan Badrodin Haiti untuk segera mengganti oknum-oknum tersebut.

"Ada aparat yang jelas itu melukai publik, melukai hukum, diganti. Kenapa sulit amat perintahkan Pak Haiti mengganti?" kata Syafii.

Ia menyayangkan upaya hukum yang dilakukan Bareskrim Polri atas penetapan status tersangka terhadap komisioner KPK dan KY. Oleh karena itu, Syafii meminta Jokowi segera turun tangan menghadapi situasi ini. (Baca: Syafii Maarif: Kenapa Sulit Sekali Jokowi Suruh Kapolri Ganti Bawahannya?)

"Antar-penegak hukum itu main kucing-kucingan. Itu menurut saya tidak sehat bagi republik ini, dan semestinya Presiden tegas gitu, lho," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com