Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Napi Bisa Ikut Pilkada, Penyelenggara Harus Jamin Transparansi

Kompas.com - 10/07/2015, 09:52 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Pengamat hukum tata negara Refly Harun mengaku, sependapat dengan Mahkamah Konstitusi yang telah menganulir larangan bagi mantan narapidana untuk maju sebagai calon kepala daerah.

Menurut Refly, kepala daerah adalah jabatan yang dicapai melalui suatu pemilihan, sehingga penyelenggara pilkada harus menjamin publik mendapatkan informasi lengkap seputar rekam jejak calon kepala daerah.

"Tantangannya bukan pada membatasi calon kepala daerah, tetapi ada transparansi informasi publik oleh penyelenggara pilkada," ujar Refly kepada Kompas.com, Jumat (10/7/2015).

Refly mengatakan, hukuman bagi terpidana seharusnya tidak berlaku permanen. Artinya, saat tidak lagi menjalani hukuman, seorang mantan terpidana berhak untuk mendapatkan haknya dan tidak lagi dibatasi. (baca: KPK Nilai Putusan MK soal Napi Ikut Pilkada Hambat Pemberantasan Korupsi)

Terkait pemilihan kepala daerah, menurut Refly, yang paling penting adalah penyelenggara memastikan adanya prinsip jujur dan adil dalam proses pemilihan. Pasalnya, tidak soal apapun latar belakang calon, yang menentukan terpilihnya seseorang menjadi kepala daerah adalah suara publik.

"Penyelenggara harus membuka semua rekam jejak calon. Misalnya apakah dia pernah berbuat salah atau menjadi terpidana," kata Refly.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Pasal 7 huruf g Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota (UU Pilkada) dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang narapidana yang bersangkutan jujur di depan publik.

Hakim berpendapat bahwa apabila undang-undang membatasi hak mantan narapidana dengan tidak dapat mencalonkan dirinya menjadi kepala daerah, sama saja undang-undang telah memberikan hukuman tambahan. Sedangkan, UUD 1945 telah melarang memberlakukan diskriminasi kepada seluruh warganya. (Baca: MK Anulir Larangan Mantan Narapidana Ikut Pilkada)

MK kembali menegaskan putusan MK No. 4/PUU-VII/2009, yaitu, apabila mantan narapidana yang ingin menjadi calon kepala daerah tersebut tidak mengemukakan rekam jejaknya kepada publik, maka ia baru diperbolehkan menjadi calon kepala daerah setelah lima tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com