Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Kabareskrim, Kerja KPK Bisa Cacat Hukum Jika Penyidiknya Bukan dari Polri

Kompas.com - 27/05/2015, 14:50 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Budi Waseso menyebutkan bahwa perkara yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mungkin saja cacat hukum. Alasannya, ada penyidik dan penyelidik KPK yang bukan berasal dari kepolisian.

"Ya, bisa saja itu (perkara yang ditangani KPK) cacat hukum," ujar Budi di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (27/5/2015).

Budi mengatakan, dalam Bab IV Pasal 6 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat Polisi negara Republik Indonesia. Meskipun Pasal 45 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebut KPK berhak mengangkat dan memberhentikan penyidik, Budi mengatakan bahwa UU KPK tidak boleh bertentangan dengan KUHAP.

Kendati demikian, ia mengaku tak akan melakukan tindakan menyikapi hal itu. Budi berharap pemerintah melakukan tindakan agar pemahaman tentang penyidik dan penyelidik harus dari Polri dapat dipahami dan ditaati oleh seluruh lembaga penegak hukum.

"Saya enggak taulah harus bagaimana, ya. Kita lihat saja hasil keputusan pemerintah gimana. Kalau sudah ada ketetapan, barulah kita akan evaluasi," ujar Budi.

Hal itu dikatakan Budi menanggapi putusan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo. (baca: KPK: Putusan Praperadilan Hadi Poernomo Melampaui Permohonan)

Dalam putusannya, hakim Haswandi menyatakan, penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Hadi Poernomo batal demi hukum dan harus dihentikan. Ini karena penyelidik dan penyidik KPK yang saat itu bertugas mengusut kasus Hadi sudah berhenti tetap dari kepolisian dan kejaksaan.

Mereka juga dinilai belum berstatus sebagai penyelidik dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) meski telah diangkat secara resmi oleh KPK. (baca: KPK Tetap Anggap Hadi Poernomo Tersangka)

Hakim Haswandi menyatakan, para penyelidik dan penyidik yang bekerja di KPK harus berstatus penyelidik atau penyidik di institusi sebelumnya. Pertimbangan ini berkaitan dengan tiga penyelidik dalam kasus Hadi yang berasal dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang kemudian diangkat oleh KPK sebagai penyelidik. Padahal, latar belakang ketiganya bukan penyelidik.

Terkait penyidik, nama Ambarita Damanik dipermasalahkan dalam permohonan Hadi. Ambarita diberhentikan tetap dari Polri melalui surat pemberhentian pada 25 November 2014. Setelah keluarnya surat itu, Ambarita langsung diangkat menjadi penyidik pada KPK dan melanjutkan penyidikan kasus Hadi.

Haswandi menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Sesuai regulasi ini, untuk dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil di sebuah institusi, yang bersangkutan harus telah menjalani masa kerja paling singkat dua tahun di institusi tersebut.

Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan, putusan itu juga membingungkan dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Pasalnya, dalam putusan praperadilan sebelumnya yang mempersoalkan keabsahan penyidik KPK, hakim memutuskan pengangkatan penyidik KPK adalah sah.

”Jika penyelidik dan penyidik KPK dalam menjalankan tugasnya mengusut kasus korupsi dianggap tidak sah, banyak perkara korupsi yang ditangani KPK juga menjadi tidak sah,” kata Johan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com