Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bos Sentul City Dituntut 6,5 Tahun Penjara Terkait Alih Fungsi Hutan Bogor

Kompas.com - 13/05/2015, 13:22 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Direktur PT Sentul City Kwee Cahyadi Kumala dituntut pidana enam tahun dan lima bulan penjara oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Cahyadi dianggap menyuap mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin terkait alih fungsi hutan di Bogor menjadi kawasan komersil.

"Menuntut hakim majelis Tipikor menyatakan terdakwa Kwee Cahyadi Kumala terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," ujar jaksa Surya Nelli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (13/5/2015).

Selain pidana penjara, Cahyadi juga dituntut membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Ada pun hal yang memberatkan, yaitu Cahyadi dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan hal yang meringankannya yaitu Cahyadi telah berlaku sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum sebelumnya.

Dalam surat dakwaan, disebutkan bahwa Cahyadi memengaruhi sejumlah anak buahnya untuk memberikan keterangan tidak benar saat bersaksi bagi Yohan Yap, anak buah Cahyadi yang telah lebih dahulu dijerat KPK. Para saksi diarahkan agar tidak menyebutkan keterlibatan Cahyadi.

Begitu Yohan ditangkap KPK pada 8 Mei 2014, Cahyadi langsung mengumpulkan anak buahnya dan membagikan sejumlah handphone kepada mereka untuk berkomunikasi agar tidak disadap KPK. Kemudian, Cahyadi memerintahkan para anak buahnya, yaitu Teuteung Rosita, Rosselly Tjung, Dian Purwheny, dan Tina Sugiro untuk mengamankan dokumen terkait proses pengurusan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan seluas 2.754,85 hektar atas nama PT BJA yang diajukan ke Bupati Bogor Rachmat Yasin. Cahyadi melakukan hal tersebut agar dokumen-dokumen itu tidak disita oleh penyidik KPK.

Cahyadi juga meminta Tantawi Jauhari Nasution untuk menyuruh Jo Shien Ni untuk menandatangani perjanjian pengikatan jual beli tanah antara PT BPS dan PT Multihouse Indonesia sebesar Rp 4 miliar. Hal tersebut, kata jaksa, bertujuan sebagai kamuflase suap terhadap Rachmat agar seolah nampak seperti jual beli biasa.

Dalam dakwaan pertama, Cahyadi disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tengang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999.

Sementara itu dalam dakwaan kedua, Cahyadi dianggap menyuap Rachmat Yasin sebesar Rp 5 miliar terkait rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Bogor. Cahyadi menyuap Rachmat agar permohonan rekomendasi tersebut segera dikabulkan.

"Rachmat meminta sejumlah uang yang kemudian disanggupi oleh terdakwa," kata jaksa.

Kemudian, pada 30 Januari 2014, Cahyadi memerintahkan Yohan yang saat itu belum diciduk KPK untuk menyerahkan cek senilai Rp 5 miliar kepada Rachmat. Uang tersebut diserahkan secara bertahap kepada Rachmat. Baru pada 29 April 2014 Rachmat menerbitkan surat rekomendasi itu. Pada 30 September 2014 Cahyadi ditangkap tangan oleh KPK di Taman Budaya Sentul City Kabupaten Bogor.

Atas dakwaan kedua, Cahyadi disangkakan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebgaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1998 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Nasional
Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Nasional
Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Nasional
Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Nasional
Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Nasional
Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Nasional
[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

Nasional
Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Nasional
Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Nasional
Sidang Perdana Kasus Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Digelar Tertutup Hari Ini

Sidang Perdana Kasus Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Digelar Tertutup Hari Ini

Nasional
Saat PKB dan PKS Hanya Jadikan Anies 'Ban Serep' pada Pilkada Jakarta...

Saat PKB dan PKS Hanya Jadikan Anies "Ban Serep" pada Pilkada Jakarta...

Nasional
Tanggal 25 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 25 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Dukung Pengelolaan Sumber Daya Alam, PHE Aktif dalam World Water Forum 2024

Dukung Pengelolaan Sumber Daya Alam, PHE Aktif dalam World Water Forum 2024

Nasional
Ridwan Kamil Sebut Pembangunan IKN Tak Sembarangan karena Perhatian Dunia

Ridwan Kamil Sebut Pembangunan IKN Tak Sembarangan karena Perhatian Dunia

Nasional
Jemaah Haji Dapat 'Smart' Card di Arab Saudi, Apa Fungsinya?

Jemaah Haji Dapat "Smart" Card di Arab Saudi, Apa Fungsinya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com