Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Kembali Periksa Saksi Kasus Komentar "Rakyat Tidak Jelas" Menteri Tedjo

Kompas.com - 02/04/2015, 10:47 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi melanjutkan pengusutan perkara pencemaran nama baik yang diduga dilakukan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno. Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri terus memeriksa saksi-saksi. Kamis (2/4/2015) pagi ini, penyidik memeriksa Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan sebagai saksi.

"Ini panggilan saya yang ketiga. Saya datang sebagai saksi pelapor Menkopolhukam Tedjo," ujar Tigor sesaat sebelum memasuki Gedung Bareskrim di kompleks Mabes Polri Jakarta, Kamis pagi.

Sebelumnya, sejumlah pelapor perkara tersebut juga sudah dipanggil oleh penyidik. Mereka berasal dari Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras). (Baca: Kasus "Rakyat Tidak Jelas", Polisi Panggil Koordinator ICW)

"Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi juga dipanggil penyidik. Tapi kami pelapor tidak berkenan, jadi yang ada saja sudah cukup," ujar Tigor.

Tigor mengatakan, pemanggilannya kali ini untuk melengkapi bahan bukti berupa artikel media massa. Menurut penyidik, bukti yang diserahkan pelapor belum lengkap. Tigor berharap kepolisian tidak main-main atas laporannya tersebut. Menurut Tigor, tidak adil jika kepolisian tebang pilih laporan. Laporan Polisi Tigor dibuat Senin (26/1/2015) lalu.

Tigor dan aktivis LSM lain melaporkan Tedjo atas pernyataannya di media massa, yang menyebut masyarakat pendukung KPK adalah masyarakat tidak jelas. Laporan polisi yang dibuat Tigor teregister dengan nomor TBL/52/I/2015/Bareskrim.

Tedjo dijerat dengan pelanggaran Pasal 310 KUHP dan 311 KUHP. Ayat 1 Pasal 310 KUHP berbunyi, "Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah." Adapun Ayat 2 pada pasal tersebut menyebutkan, "Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."

Pasal 311 KUHP menyebutkan bahwa jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com