Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Terlambat jika Ingin Merevisi UU Terorisme

Kompas.com - 30/03/2015, 14:56 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tantowi Yahya menilai, pemerintah telat jika baru merencanakan merevisi Undang-Undang Terorisme untuk mengantisipasi dan menangani pergerakan ISIS yang melibatkan warga negara Indonesia (WNI). Pasalnya, DPR telah menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 dan telah ditetapkan dalam sidang paripurna.

"Kalau bicara revisi UU Terorisme sudah telat. Kalau ikut mekanisme normal, bisa di Prolegnas 2016," kata Tantowi di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/3/2015).

Tantowi mengaku lebih sepakat dengan usulan pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait ISIS. Menurut Tantowi, aktivitas kelompok radikal ISIS telah menjadi isu internasional dan memenuhi unsur mendesak agar diterbitkan perppu di Indonesia.

Politisi Partai Golkar itu berpendapat, terbitnya perppu terkait ISIS akan memudahkan dalam upaya pencegahan dan penindakan WNI yang ingin bergabung dengan kelompok radikal. Selama ini, kata dia, penegak hukum kerap terganjal aturan yang berkaitan dengan hak asasi manusia saat ingin menindak WNI yang menjadi anggota kelompok radikal. (Baca: Jusuf Kalla Minta 12 WNI Terduga ISIS Harus Direhabilitasi)

"Perppu itu gagasan bersifat emergency, boleh ketika mendesak dan sekarang sudah dalam situasi mendesak," ujarnya. (Baca: Polri Pastikan 16 WNI yang Hilang di Turki Bergabung ke ISIS)

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly sebelumnya mengungkapkan adanya rencana pemerintah untuk merevisi UU Terorisme. Menurut Yasonna, wacana tersebut muncul untuk mengatasi kesulitan pemerintah menekan aktivitas warga negara Indonesia yang menjadi relawan ISIS. (Baca: Sikapi WNI Gabung ISIS, Pemerintah Ingin Merevisi UU Teroris)

Yasonna menjelaskan, awalnya ada opsi untuk mencabut paspor WNI yang terbukti bergabung dengan ISIS di Suriah atau negara lainnya. Namun, opsi tersebut dianggap tidak dapat diterapkan lantaran bertabrakan dengan UU lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com