JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Perempuan mengecam keterlibatan perempuan dan juga anak-anak Indonesia dalam kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Komnas Perempuan melihat mereka adalah korban dari pendekatan militeristik yang digunakan pemerintah dalam memberantas terorisme, misalnya dengan menembak mati terduga teroris.
"Pola kekerasan konflik rata-rata begitu sehingga upaya deradikalisasi harus dilakukan dengan dialogis, bukan militeristik. Pendekatan militeristik butuh waktu lama dalam mengatasi persoalan sebenarnya," ucap Komisioner Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah di Jakarta, Selasa (17/3/2015).
Dia menjelaskan, lamanya penyelesaian konflik bergaya militer karena pendekatan ini justru menimbulkan rantai kekerasan yang multigenerasi. Dendam yang ditimbulkan dari aksi penembakan terduga teroris akan tumbuh ke kalangan terdekat, yakni istri dan keluarga.
Menurut Yuniyanti, dalam konflik, perempuan selalu menjadi korban. Pola yang terjadi, sebut dia, hampir selalu sama meski dengan jenis kasus yang berbeda baik.
"Pola-polanya seperti perempuan sering menjadi proxy target, atau target antara untuk mendapat informasi. Lalu, misalnya suami menjadi sasaran aparat, maka perempuan jadi sasaran pemiskinan paling rentan. Lainnya adalah perempuan jadi korban kekerasan seksual sebagai penanda penaklukan," ucap dia.
Komisioner Komnas Perempuan lainnya, Nahe'i, mengatakan, upaya deradikalisasi aksi terorisme tidak hanya menjadi tanggung jawab negara. Pendekatan kebudayaan dan keagamaan yang dilakukan tokoh masyarakat dan tokoh agama juga bisa mengatasi rantai kekerasan tersebut.
"Kami menilai tanggung jawab deradikalisasi terhadap keluarga terduga teroris tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga dari tokoh masyarakat, termasuk juga MUI, Muhammadiyah, dan juga NU," kata Nahe'i.
Otoritas Turki menahan 16 WNI saat hendak menyeberang ke Suriah. Rombongan ini diduga akan bergabung dengan ISIS.
Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti mengungkapkan, tiga orang dari 16 WNI itu adalah keluarga dari terduga teroris. Ketiganya adalah istri dan anak dari M Hidayah, terduga teroris yang ditembak mati Densus 88 di Tulungagung, Jawa Timur.
M Hidayah atau Dayah alias Kim ditembak mati oleh personel Densus 88 Antiteror pada 22 Juli 2013. Saat itu, Hidayah ditembak mati bersama Eko atau Rizal di Jalan Pahlawan, Kota Tulungagung, Jawa Timur. Keduanya dianggap terkait dengan sejumlah aksi teror di Solo, Bali, dan Medan.
Berdasarkan catatan Komisi Nasional HAM, Hidayah ditembak di bagian kepala setelah turun dari boncengan motor. Sementara itu, Rizal ditembak di bagian dada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.