JAKARTA, KOMPAS.com - Bendahara Umum DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, Bambang Soesatyo, meminta Presiden Joko Widodo untuk memecat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona H Laoly. Bambang menilai, Menkumham telah bertindak sewenang-wenang dengan mengakui kepengurusan Golkar hasil Munas Jakarta yang dipimpin Agung Laksono.
"Kami mendukung jika Presiden mewacanakan untuk melakukan reshuffle kabinet dalam waktu dekat ini. Dan salah satu menteri yang harus di-reshuffle adalah Menteri Hukum dan HAM karena selama ini telah menjadi sumber masalah yang kebijakannya kerap membuat gaduh karena tidak profesional," kata Bambang melalui keterangan tertulisnya, Rabu (11/3/2015).
Bambang menilai, Menkumham telah memanipulasi putusan Mahkamah Partai Golkar yang menjadi landasan diakuinya kepengurusan Agung itu. Pasalnya, kata dia, tidak ada diktum dalam putusan Mahkamah Partai yang menyatakan mengabulkan dan menerima kepengurusan salah satu pihak yang berselisih.
"Menkumham jelas telah melakukan penzoliman terhadap partai Golkar. Tidak ada pilihan lain bagi kami untuk melakukan perlawanan kepada Menkumham. Termasuk melakukan penggalangan hak angket di DPR atas keputusan ngawur yang memanipulasi keputusan Mahkamah Partai Golkar," ujar Sekretaris Fraksi Golkar di DPR ini.
"Kalau Menkumham atas nama Presiden atau pemerintah kemudian memutuskan untuk memihak kubu Ancol, jelas itu pelanggaran UU. Dan DPR patut menggunakan salah satu haknya, seperti Hak Interpelasi, Hak Angket atau bahkan Hak Menyatakan Pendapat untuk meluruskan jalannya pemerintahan ini," tambah Bambang.
Sebagai informasi, setelah mengakui kubu Agung, Yasonna meminta Agung segera menyusun kepengurusan Partai Golkar dan menyerahkannya ke Kemenkumham untuk disahkan. Agung wajib memberi ruang kepada semua kader Partai Golkar dan DPP Partai Golkar yang memenuhi kriteria. (Baca: Menkumham Minta Agung Susun Kepengurusan Golkar untuk Disahkan)
Aburizal menyesalkan putusan Menkumham tersebut. Ia menganggap putusan itu mencederai rasa keadilan dan demokrasi. Aburizal menunggu proses hukum yang kini tengah ditempuh pihaknya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Dia meyakini, keputusan pengadilan lebih mempunyai kekuatan hukum dibandingkan dengan keputusan Menkumham.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.