"Dorongan penuntasan kasus BLBI dan Century merupakan inisiatif untuk mendorong penyelesaian kejahatan ekonomi. Pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak boleh melupakan kasus korupsi yang punya bobot sangat besar," ujar Manajer Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi, dalam konferensi pers di Kantor Fitra, Mampang, Jakarta Selatan, Minggu (1/3/2015).
Apung mengatakan, pemerintah tidak luput dari imbas BLBI dan Century yang sagat merugikan negara. Jika tidak cepat diselesaikan, dikhawatirkan kasus tersebut akan dijadikan bargaining politik oleh pihak-pihak tertentu yang jauh dari semangat penegakan hukum.
Menurut Apung, kasus korupsi BLBI sebelumnya pernah ditangani oleh Kejaksaan. Namun sebagian besar tersangka divonis bebas dan kasusnya tidak ditindaklanjuti. Kepolisian juga pernah menangani kasus BLBI. Tetapi, proses penyidikan terhadap beberapa bank obligor menjadi tidak jelas, dan kasusnya menguap sampai saat ini.
Apung mengatakan, harapan masyarakat sangat besar ketika KPK mulai menyelidiki Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam kasus BLbI. Namun, adanya upaya kriminalisasi terhadap KPK saat ini, membuat KPK membutuhkan dukungan dari pemerintah dan masyarakat sipil. "Secara lembaga, KPK sudah dipretelin, dikriminalisasi. Bahkan jaksa penyidik yang menangani kasus ini kabarnya telah diganti. Penanganan kasus ini menjadi semakin suram," kata Apung.
Dari data yang dimiliki Fitra, kasus BLBI yang awalnya Rp 650 triliun pada tahun 1998, pada tahun 2015 mencapai Rp 2000 triliun. Hal itu diakibatkan dari meningkatnya nilai cicilan pengembalian hutang dengan bunga, dan obligasi rekapitulasi fix rate rata-rata per tahun.
Sedangkan, untuk kasus skandal Bank Century, dengan kerugian negara mencapai Rp 6,7 triliun.
Fitra mendesak, agar KPK meneruskan proses penanganan kasus, dengan tidak hanya menerbitkan Surat Perintah Penyidikan terhadap seluruh obligor yang terkait kasus BLBI. Selain itu, KPK juga didesak untuk menetapkan tersangka baru dalam kasus Century, pasca dikeluarkannya keputusan Mahkamah Agung terkait proses hukum mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.