Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim MK Pertanyakan Kedudukan Hukum Denny Indrayana sebagai Pemohon Uji Materi

Kompas.com - 05/02/2015, 17:07 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar, mempertanyakan kedudukan hukum Denny Indrayana sebagai pemohon dalam sidang panel perdana terhadap Undang-Undang Polri dan Undang-Undang TNI di Mahkamah Konstitusi, Kamis (5/2/2015). Patrialis mempersoalkan alasan legal standing Denny, yang saat pembacaan permohonan disebut sebagai pembayar pajak.

"Saya kira, pemohon (Denny) perlu memberikan pemahaman lebih komperhensif mengenai relasi bayar pajak dengan undang-undang yang dimohonkan untuk diuji," ujar Patrialis saat meminta perbaikan permohonan dalam sidang panel di MK, Kamis.

Patrialis mengatakan bahwa Denny sebagai pemohon pernah mendapat legal standing dalam persidangan-persidangan sebelumnya di MK. Namun, menurut Patrialis, konteks legal standing disesuaikan dengan apa yang diuji pada saat itu.

Sidang yang dimohonkan oleh Denny itu berkaitan dengan TNI dan Polri. Patrialis mengatakan, dalam Undang-Undang MK, yang dimaksud dengan kerugian konstitusional adalah segala yang bersifat spesifik, bahkan kerugian aktual. Potensi kerugian juga bisa diterima sebagai legal standing asalkan ada korelasi dengan pasal yang diuji.

"Tolong dipelajari putusan MK. Alasan sebagai pembayar pajak, hanya sejauh ada kaitannya dengan yang diuji. Apakah semua yang bayar pajak bisa menguji apa pun?" kata Patrialis.

Denny bersama tiga orang pemohon lain mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya pada Pasal 11 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5. Selain itu, Denny juga mengajukan uji materi terhadap Pasal 13 ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 5 ayat 6, ayat 7, ayat 8, dan ayat 9 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Dalam pasal-pasal tersebut, dijelaskan bahwa DPR ikut terlibat dalam pengangkatan dan pemberhentian kepala Polri dan Panglima TNI oleh Presiden. Pada intinya, pemohon menganggap pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi, "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar".

Pemohon menilai, seharusnya Presiden mendapat hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan kepala Polri dan panglima TNI. Namun, jika dalam hal itu Presiden harus meminta persetujuan cabang kekuasaan lainnya, seperti persetujuan DPR, maka hal itu dianggap sebagai pemasungan terhadap hak prerogatif Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jaksa yang Menangani Kasus Ferdy Sambo Cs Meninggal Dunia

Jaksa yang Menangani Kasus Ferdy Sambo Cs Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com