Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sebenarnya yang Perlu Direvolusi Mental Itu Presiden Dulu..."

Kompas.com - 28/01/2015, 09:54 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Peneliti Brainware Institute Taufik Bahauddin menilai, agenda pemberantasan korupsi dalam 100 hari pemerintahan Joko Widodo masih belum jelas. Dia berpendapat, hal itu terjadi karena karakter Jokowi sendiri.

Contoh pertama, yakni saat Jokowi tiba-tiba mengganti kepala Polri. Padahal, Jenderal (Pol) Sutarman baru akan pensiun pada Oktober mendatang. Hal itu bertolak belakang dengan pernyataannya yang menyebutkan tidak ingin tergesa-gesa memilih kepala Polri.

"Saya tidak heran, Jokowi selalu lupa dengan apa yang sudah diucapkannya sendiri," ujar Taufik saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (28/1/2015) pagi.

"Padahal Jokowi orang Jawa. Kalau di Jawa itu ada yang bilang seorang pimpinan harus berpegang pada sabdo pandito ratu. Janji pendekar enggak bisa di-candak empat kuda paling cepat sekalipun," lanjut dia.

Contoh kedua, pada saat kampanye Pilpres 2014, Jokowi berkali-kali berjanji tidak akan bagi-bagi kursi. Namun, yang terjadi sebaliknya. Banyak jabatan politik yang seharusnya diisi oleh pakar, akademisi, dan profesional, tetapi malah diisi oleh tokoh partai politik.

Taufik menyebut, bagi-bagi jatah terlihat dalam penyusunan di Kabinet Kerja, Dewan Pertimbangan Presiden, dan lembaga staf kepresidenan. (Baca: Gerindra: Wantimpres Bagian dari Terima Kasih, Koalisi Tanpa Syarat Hanya Janji Belaka)

"Presiden kemudian tampil di publik dengan cengar-cengir saja. Tidak ada rasa bersalah atau menyesal jika melanggar janji serius," lanjut Taufik.

Contoh ketiga, saat Jokowi menyebutkan bahwa penunjukan Komjen Budi Gunawan sebagai calon kepala Polri merupakan usulan Kompolnas. Taufik melihat pernyataan Jokowi itu sama sekali tak memiliki tanggung jawab sebagai orang nomor satu di Indonesia. Jokowi terkesan "buang badan".

Di sisi lain, Jokowi juga mendapat sorotan atas keputusannya memilih Budi. Pasalnya, keputusan itu diambil tanpa melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).

"Alasan Jokowi saat itu karena hak prerogatif presiden, jadi enggak usah disampaikan dulu ke KPK. Dia ini kelihatan tricky banget dan rendah sekali moralnya," lanjut Taufik.

Atas sejumlah contoh itu, Taufik mengatakan bahwa publik jangan berharap banyak Jokowi akan serius menangani pemberantasan korupsi di Indonesia. Nilai kejujuran, amanah, dan tanggung jawab seorang presiden saja tidak muncul. (Baca: Banyak Transaksi Politik, Revolusi Mental Jokowi Mulai Dipertanyakan)

"Jadi, sebenarnya, yang perlu direvolusi mental itu Presiden dulu, baru ke yang lainnya," ujar Taufik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Nasional
Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis saat Kunjungi Tahura Bali

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis saat Kunjungi Tahura Bali

Nasional
Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Nasional
Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nasional
Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Nasional
Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Nasional
Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Nasional
Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Nasional
Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Nasional
Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Nasional
Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Nasional
Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Nasional
Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com