JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Pertimbangan Presiden merupakan lembaga pemerintah yang penting bagi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membantu memberi pertimbangan dan nasihat dalam menjalankan pemerintahannya. Peranannya diharapkan bisa membantu dan menjadi jalan keluar dari persoalan yang membelenggu kebijakan dan program pemerintah.
Oleh sebab itu, Wantimpres bukan tempat kumpul para pensiunan politisi, purnawirawan TNI dan Polri, serta membalas budi.
”Kita harapkan Wantimpres benar-benar bisa fungsional bekerja dan membantu Presiden dan Wapres melalui pengalaman dan keahlian yang dimilikinya. Jadi, Wantimpres bukan cuma simbolik atau representasi partai politik yang dinilai berjasa ikut mengusung dan mendukung pasangan Jokowi-JK,” ujar pengamat hukum tata negara, Irman Putra Sidin, Sabtu (17/1), di Jakarta.
Menurut Irman, selama 10 tahun di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wantimpres seolah-olah menjadi tempat kumpul para orang tua. Hanya satu dua yang terlihat fungsional sehingga keberadaan Wantimpres kurang menunjukkan peran dan hasilnya.
”Pada era Presiden SBY yang menonjol justru para staf khusus, seperti juru bicara presiden yang usianya tergolong masih muda-muda. Kalau dari sejumlah nama yang saya dengar akan menjadi anggota Wantimpres, Presiden Jokowi justru mau mengikuti peninggalan Presiden SBY dengan memilih pensiunan dan seperti ingin membalas budi meskipun tidak menunjuk para ketua umum partai atau pengurusnya, tetapi kepanjangan tangan partai,” kata Irman.
Presiden Jokowi, tambah Irman, seharusnya memilih orang-orang yang tidak tergolong tua atau di sekitar 40 tahunan, tetapi memiliki pengalaman, ahli di sejumlah bidang, dan tetap komit untuk mendorong kemajuan bangsa.
”Dia harus bisa menemukan jawaban dan jalan keluar jika nasihat dan pertimbangannya saat dilaksanakan menghadapi masalah dan jalan buntu,” harapnya.
Sementara itu, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengkritik komposisi calon anggota Wantimpres yang beredar dan didominasi tokoh dengan latar belakang politisi, purnawirawan TNI dan polisi, serta pengusaha. Ray mengaku tak tahu desain apa yang dibangun Presiden Jokowi dengan komposisi semacam itu.
”Jokowi menumpuk purnawirawan di Wantimpres. Ini mengkhawatirkan, apakah nantinya akan ada nasihat dengan pendekatan keamanan?” tanyanya.
Sejumlah media melansir sembilan nama calon anggota Wantimpres. Mereka adalah Sidarto Danusubroto (PDI-P), Jan Damardi (aktif di Partai Nasdem), Rusdi Kirana (dekat dengan PKB), Yusuf Kartanegara (PKPI), Subagyo HS, Hendropriyono (dekat dengan PDI-P), Suharso Monoarfa (PPP), Hasyim Muzadi, dan Mooryati Soedibyo.
Kebaikan bangsa
Menurut Ray, Wantimpres seharusnya diisi ahli-ahli yang tak memikirkan kepentingan pribadi/golongan, tetapi hanya berpikir untuk kebaikan bangsa. Presiden Jokowi sebenarnya butuh penasihat di bidang politik dan hukum ketatanegaraan karena di dua bidang itu Jokowi masih lemah.
”Adaptasi terhadap situasi politik masih rendah. Pengalaman nasionalnya belum begitu tinggi sehingga butuh orang di bidang itu. Ia juga butuh penasihat yang betul-betul mendalami seluk-beluk ketatanegaraan sehingga tak terjebak ke perdebatan legal tak legal, boleh tak boleh,” ujarnya.
Ia pun mengkritik tak adanya perwakilan orang Kalimantan dalam struktur kekuasaan Jokowi, yang harusnya dipertimbangkan bahwa politik di Indonesia belum sepenuhnya rasional sehingga persoalan keterwakilan daerah harus diperhatikan.
Ray kemudian mengusulkan Jimly Asshiddiqie (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), Ignas Kleden (budayawan, tokoh Nusa Tenggara Timur), Sanusi (tokoh Kalimantan, mantan anggota DPR yang menjadi inisiator Forum Legislatif Asia), dan Franz Magnis-Suseno (rohaniwan sekaligus filosof).
Presiden Jokowi dijadwalkan akan melantik sembilan anggota Wantimpres Senin (19/1) mendatang di Istana Negara, Jakarta. Meskipun akan dilantik, info yang diterima Kompas, sejumlah nama yang dicalonkan masih ada yang menolak tawaran tersebut dan mempertimbangkan sehingga nama-nama tersebut belum ada yang definitif. (ANA/HAR)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.