Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budi Gunawan dan Sutarman Temui Jokowi, Mobil Dinas Wakapolri Terparkir di Istana

Kompas.com - 16/01/2015, 10:11 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Presiden Joko Widodo memanggil beberapa pejabat tinggi kepolisian, Jumat (16/1/2015) pagi. Para perwira tinggi yang terlihat bertemu Jokowi ialah Kapolri Jenderal Pol Sutarman dan calon Kapolri terpilih, Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

Pengamatan Kompas.com, mobil dinas Wakil Kepala Polri Komjen Badrodin Haiti juga terparkir di halaman Istana.

Sutarman terlihat datang lebih dulu. Ia kemudian keluar lebih dulu dan enggan menjawab pertanyaan wartawan. Seorang ajudannya menghalangi wartawan untuk bertanya kepada Kapolri. (Baca: PDI-P: Sebentar Lagi Kita Punya Kapolri Baru)

Setelah Sutarman keluar dari Istana, Budi Gunawan tiba di Istana sekitar pukul 08.25 WIB. Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian itu pun tampak terburu-buru masuk ke dalam Istana didampingi seorang ajudannya.

Budi juga enggan berkomentar apa pun soal kedatangannya. Tak satu kata pun keluar dari mulut mantan ajudan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri itu. (Baca: Relawan Dua Jari: Kalau Budi Gunawan Dilantik, Kami akan Teror Terus!)

Saat ini, di Istana, tampak ada tiga mobil dinas yang terparkir, yakni Toyota Camry berpelat polisi 2-00 yang merupakan mobil dinas Wakapolri dan Toyota Camry berpelat polisi 1-04.

Presiden Joko Widodo hingga saat ini belum menyatakan sikapnya terkait penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi. Jokowi sempat mengungkapkan bahwa dirinya akan menunggu proses paripurna di DPR.

Setelah rapat paripurna pengesahan pengangkatan Budi Gunawan sebagai Kapolri pada Kamis (15/1/2015), Jokowi masih juga diam. Pada hari yang sama, Jokowi disibukkan dengan sejumlah pertemuan tertutup. (Baca: DPR Setujui Tersangka Korupsi Budi Gunawan Jadi Kapolri)

KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.

Terkait pengusutan kasus ini, KPK sudah minta kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Budi bepergian ke luar negeri. (Baca: Soal Transaksi Mencurigakan, Ini Penjelasan Budi Gunawan)

Adapun KPK telah menerima pengaduan masyarakat terhadap Budi pada Agustus 2010. Pengaduan itu dipicu laporan hasil analisis (LHA) transaksi dan rekening mencurigakan milik sejumlah petinggi kepolisian yang diserahkan PPATK kepada Polri. Nama Budi muncul sebagai salah satu petinggi yang diduga punya rekening tak wajar.

Hasil penyelidikan Polri atas LHA PPATK itu tidak menemukan tindak pidana, termasuk terhadap rekening dan transaksi keuangan Budi. Namun, KPK tidak mendiamkan laporan pengaduan masyarakat itu.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com