Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pujian Kompolnas untuk Budi Gunawan dan Status Tersangka dari KPK...

Kompas.com - 13/01/2015, 17:45 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Penetapan tersangka terhadap Komisaris Jenderal Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa jadi pukulan telak bagi Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi tetap mengajukan Budi sebagai calon tunggal kepala Polri, meski lebih banyak memancing kontra.

Pada Selasa (13/1/2015), Presiden Jokowi bahkan memanggil Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ke Istana untuk mendukung keputusannya mencalonkan Budi. Tak lama berselang, KPK menyatakan Budi sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Pujian Kompolnas

Seusai bertemu Presiden, Sekretaris Kompolnas Syafriadi Cut Ali menunjukkan dukungan lembaganya atas pencalonan Budi. Bagi Kompolnas, Komjen Budi Gunawan sama sekali tidak bermasalah.

"Budi Gunawan salah satu kandidat yang diusulkan Kompolnas karena tidak bermasalah. Sampai saat ini, tidak ada bukti rekening gendut seperti yang dirumorkan. Tidak ada hal yang salah, dengan prosedur yang dilewati," ujar Syafriadi.

Ia mengungkapkan, rekening gendut yang diduga dimiliki Komjen Budi Gunawan pada tahun 2010 sudah dinyatakan bersih. "Sekali lagi, pilihan Presiden terhadap Komjen Gunawan tepat, tidak ada hal yang perlu dipersoalkan," kata dia.

Meski demikian, ia mengakui bahwa Kompolnas memang tidak melibatkan KPK dan PPATK, mengingat waktu yang sangat singkat. Kompolnas merasa sudah memiliki data cukup dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap semua kandidat yang juga ikut dalam seleksi calon kepala Polri pada tahun 2013 itu.

Keyakinan Istana

Keyakinan atas sosok Budi juga diungkapkan oleh Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. Andi mengatakan, pemerintah menggunakan asas praduga tak bersalah terhadap Budi Gunawan. Ia juga memastikan bahwa Presiden sudah menimbang secara matang sebelum memutuskan mengajukan Budi Gunawan sebagai calon kepala Polri.

"Isu ini muncul 2008, lalu 2010, muncul lagi saat seleksi kabinet, tetapi sampai hari ini tidak ada tindakan hukum apa pun. Presiden tidak bisa menggunakan isu negatif dalam melakukan seleksi," kata Andi.

Saat ditanya, mengapa ada mekanisme yang berbeda saat Presiden Jokowi menjaring para menteri Kabinet Kerja dengan seleksi calon kepala Polri yang tak melibatkan KPK dan PPATK, Andi justru balik bertanya.

"Sebelumnya, presiden memilih KSAL dan KSAU juga tanpa KPK dan PPATK, kenapa tidak ada yang bersuara? Ini murni hak prerogatif presiden dalam menentukan mana yang perlu pakai lembaga lain, mana yang tidak, karena pada dasarnya tidak ada kewajiban melibatkan KPK karena dalam undang-undang hanya menyebutkan Kompolnas," ujar Andi.

Adapun Jokowi turut "irit bicara" terkait polemik pencalonan Budi Gunawan. Dia hanya menyebutkan, pemilihan Komjen Budi Gunawan dilakukan atas rekomendasi Kompolnas.

Budi Gunawan tersangka

Berselang satu jam dari pertemuan Jokowi dan Kompolnas pada Selasa siang, KPK mengumumkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Penetapan tersangka diputuskan pada tanggal 12 Januari 2015. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, setelah ini, KPK akan menyampaikan pernyataan resmi mengenai penetapan Budi sebagai tersangka kepada Presiden dan Polri.

Budi Gunawan menjadi tersangka atas pelanggaran Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana. Pencalonan Komjen Budi Gunawan untuk menjadi pucuk pimpinan di korps bhayangkara pun terancam gagal. Beberapa fraksi di parlemen meminta agar uji kepatuhan dan kelayakan ditunda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com