Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Putuskan PK Diperbolehkan Berkali-kali, Eksekusi Mati Terancam Molor

Kompas.com - 15/12/2014, 16:15 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung HM Prasetyo mengakui putusan Mahkamah Konstitusi mengenai peninjauan kembali (PK) yang boleh diajukan berkali-kali, menyandera pelaksanaan eksekusi sejumlah terpidana mati. Berdasarkan putusan MK tersebut, tidak ada batasan waktu bagi narapidana untuk mengajukan PK.

“Ini persoalannya, ada putusan MK yang baru katakan PK diajukan tidak hanya sekali. Sekali saja masalah bagi kita untuk laksanakan putusan mati, apalagi ini lebih dari sekali. Pengajuan PK Tanpa batasan waktu itu soalnya, kita tersandera putusan MK itu,” kata Prasetyo di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (15/12/2014).

Putusan MK yang dimaksud Prasetyo adalah Pasal 268 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP). Adapun, asal itu mengatur PK hanya diajukan satu kali. MK kemudian membatalkan pasal itu karena bertentangan dengan UUD 1945.

Untuk mengatasi persoalan ini, Prasetyo akan membahasnya dengan Mahkamah Agung. Dia berharap waktu pengajuan nantinya PK bisa dibatasi. Hal yang terjadi saat ini, menurut Prasetyo, terpidana mati seolah mengulur-ulur waktu dengan mengaku menemukan bukti baru (novum) untuk mengajukan PK.

“Kalau mereka bilang ada novum ya kita tunggu. Ada laporan, sudah dua kali yang bersangkutan ajukan PK, kita kasih waktu enam bulan, tapi dibilang enggak cukup, terkesan mereka mengulur waktu. Itu hak mereka tapi masalah bagi kita. Kita akan bicara dengan MA supaya bisa diputuskan dan diadakan batas waktu berapa lama seseorang bisa ajukan PK,” tutur Prasetyo.

Politisi Partai Nasdem ini mencontohkan pengajuan grasi yang dibatasi waktu selama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. “Mau satu bulan atau dua bulan, yang penting ada kepastian,” sambung dia.

Kejaksaan menargetkan pelaksanaan eksekusi mati bagi lima terpidana sebelum tahun depan. Belum diketahui siapa saja narapidana yang akan dieksekusi tersebut. Menurut Prasetyo, jumlah terpidana yang akan dieksekusi bisa berkurang atau pun bertambah.

“Kalau semua hukum sudah terpenuhi, upaya sudah diajukan, dan putusan sudah tetap, maka kita lakukan, itu aturan yang harus diikuti,” kata dia.

Terkait rencana eksekusi ini, Kejaksaan Agung telah menurunkan tim ke lapangan untuk mempersiapkan proses eksekusi. Prasetyo menyebut sejumlah hal yang harus dipersiapkan, termasuk mental terpidana.

“Juga kesiapan apakah putusan mereka sudah berkekuatan hukum tetap atau belum. Kalau clear, baru ditentukan pelaksanaan di mana dan kapan,” ucap Prasetyo.

Mengenai kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menolak pengajuan grasi terpidana narkoba, Prasetyo menyebut putusan itu tidak melanggar Hak Asasi Manusia. Menurut dia, justru para terpidana narkotika ini telah melanggar HAM karena menyebabkan jutaan orang di Indonesia menjadi korban penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.

Saat ini, kata Prasetyo, ada 4 jutaan orang yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba. Jumlah ini diperkirakan bertambah hingga 5 juta pada tahun depan.

“Tiap hari 30 orang meninggal dunia karena narkoba. Pengguna ada aturan, pengedar dan Bandar perlu diperlakukan lain, ancaman hukuman mati itu, hukum positif kita masih menyatakan hukuman tertinggi itu hukuman mati,” papar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Sedih SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Surya Paloh Sedih SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com