Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berpotensi Lemahkan KPK, ICW dan PUKAT UGM Desak Pemerintah Tarik RUU KUHAP

Kompas.com - 12/12/2014, 01:22 WIB
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM mendesak pemerintah menarik kembali RUU KUHAP. Sebab, rancangan RUU KUHAP yang sudah dibahas di DPR dan ditargetkan selesai di masa kepimpinan Jokowi-JK. berpotensi melemahkan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Dulu sempat ada upaya melemahkan, tapi dijinakan oleh gerakan masyarakat dan sekarang dipicu lagi. Upaya-upaya melemahkan KPK lewat RUU KUHP," ujar anggota Indonesian Corruption Watch (ICW), Emerson Junto di kantor Pukat UGM Yogyakarta, Kamis (11/12/2014).

Ada beberapa poin yang menjadi perhatian ICW dan PUKAT UGM dalam pembahasan RUU KUHAP yang berpotensi melemahkan KPK antara lain. Pertama, menyangkut putusan bebas yang tidak dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Usulan ini jelas akan menyulitkan aparat penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kedua tentang materi pembahasan RUU mengenai kerugian negara yang tidak lagi dimasukkan dalam delik korupsi, melainkan hanya sebagai alasan pemberat.

"Ini jelas-jelas bertentangan dengan delik korupsi tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian negara sebagaimana diatur dalam UU Tipikor," ucapnya.

Selain itu, pasal 42 ayat (2) dan (3) RUU KUHAP menginstruksikan jaksa untuk menghentikan penuntutan jika sudah ada pengembalian negara. "Ini jelas tidak menimbulkan efek jera, justru akan memicu orang untuk korupsi. Logika mudahnya kan mending korupsi , kalau ketahuan dikembalikan kalau aman ya korupsi lagi," tegasnya.

Sementara itu Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Hifdzil Alim mengatakan setidaknya ada 7 hal yang berpotensi melemahkan KPK dalam RUU KUHP. Karenanya PUKAT UGM dan ICW secara tegas mendesak pemerintah menarik kembali RUU KUHAP yang sudah dibahas di DPR pada periode 2009-2014.

"Kami meminta ditarik dan dibahas kembali," tandasnya.

Pihaknya juga meminta pembahasan perumusan soal RUU KUHAP dan KUHP harus terbuka, partisipatif, akuntabel, terbebas dari konflik kepentingan.

"Libatkan pakar hukum pidana, PPATK, KPK, lembaga dan aktivis antikorupsi. Jika perlu, disiarkan live. Biar rakyat bisa melihat dan mengontrol, jangan sampai ada pelemahan KPK," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com