Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Wakapolri: Apa yang Enggak Perawan Enggak Boleh Jadi Polisi?

Kompas.com - 22/11/2014, 13:04 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal (purn) Oegroseno dengan tegas menyatakan tidak setuju dengan wacana tes keperawanan bagi calon polwan. Menurut dia, tes tersebut tidak substansial dalam menjawab persoalan Polri.

"Saya rasa enggak perlulah tes keperawanan. Apa substansinya? Apa yang enggak perawan enggak boleh jadi polisi? Apa polisi harus perawan? Enggak begitu kan? Kan yang penting bagaimana dia menjalankan tugas," ujar dia di salah satu rumah makan bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (22/11/2014).

Kehilangan keperawanan bagi wanita, lanjut Oegroseno, bukan hanya lantaran aktivitas seksual. Ada yang mengalami kekerasan seksual, ada juga yang selaput daranya rusak karena olahraga. Oleh sebab itu, tidak adil jika seseorang dinyatakan tidak bisa menjadi polwan atas dasar keperawanannya saja.

Oegroseno juga mengkritik pernyataan salah satu petinggi Polri yang menyebut bahwa tes keperawanan itu sekaligus untuk memeriksa kesehatan organ reproduksi yang bersangkutan. Menurut dia, pemeriksaan kesehatan organ reproduksi itu dapat dilakukan pada saat yang bersangkutan telah menjadi polisi.

"Waktu saya tugas di Sulawesi atau Sumatera Utara, saya lupa, ada yang organ reproduksinya tidak sehat. Oleh dokter polisi, ya dia langsung diobati tanpa menggugurkan kariernya," ujar Oegro.

Kendati demikian, Oegroseno mengaku telah menanyakan perihal kebenaran tes keperawanan itu sendiri ke sejumlah polisi aktif, khususnya dokter di kepolisian. Oegroseno tak mendapatkan informasi bahwa tes tersebut dilakukan terhadap para calon taruni.

Tes keperawanan itu muncul melalui hasil penelitian Human Rights Watch (HRS). Hasil HRS itu didasarkan pada wawancara dengan sejumlah polwan, mantan polwan, atau yang pernah mendaftar sebagai calon polwan. "Tes keperawanan yang dilakukan polisi merupakan praktik diskriminasi yang melanggar dan mempermalukan perempuan," kata Nisha Varia, Associate Director untuk Hak Perempuan di HRW.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Agus Rianto buru-buru membantah. Dia mengatakan, yang ada adalah tes kesehatan yang memeriksa organ reproduksi. Tes itu penting dilakukan polwan untuk mengetahui apakah calon polwan memiliki penyakit atau gangguan organ reproduksi.

"Tes tersebut untuk mengetahui, apakah ada penyakit pada peserta ini, misalnya kanker serviks. Apakah kondisi organ reproduksi itu pada kondisi sediakala atau sudah ada rusak, apa karena kecelakaan, penyakit, atau hubungan," ujar Agus di Wisma Pesanggrahan, Selabintana, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (18/11/2014).

Agus menuturkan, jika pada pemeriksaan organ reproduksi tersebut ditemukan adanya penyakit ataupun kerusakan, hal itu tidak serta-merta menggugurkan calon peserta untuk menjadi polwan. Selama penyakit atau kerusakan itu tidak berbahaya dan berdampak pada calon polwan selama menjalani pendidikan hingga nantinya menjadi polwan, calon polwan tersebut masih punya kesempatan untuk lulus menjadi polwan.

"Namun, tentu hasil penilaiannya akan lebih rendah daripada yang organ reproduksinya sehat," ucap Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com