Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Sebut Dia dan Keluarganya Dapat Cacian Terkait UU Pilkada

Kompas.com - 03/10/2014, 22:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, pilihan politik untuk menerbitkan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang mengenai pelaksanaan pemilihan kepala daerah bersifat serius dan tidak ada agenda tersembunyi.

"Politik yang saya jalankan selama 10 tahun memimpin negeri ini, politik yang terang, politik yang tidak ada agenda yang tersembunyi," kata Yudhoyono dalam program Isu Terkini yang diunggah di YouTube, seperti dikutip dalam laman Sekretariat Kabinet, Jumat.

Presiden mengaku mendapatkan hujatan, cacian, dan kemarahan yang luar biasa saat Rapat Paripurna DPR RI, Jumat (26/9/2014) dini hari, memutuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang memilih opsi bahwa pilkada gubernur, bupati, dan wali kota dilakukan melalui DPRD.

"Saya, bahkan istri, keluarga, dan teman-teman saya sedih waktu itu karena hujatan atau cacian-cacian itu kasar sekali, melebihi tata krama dan kepatutan dalam hubungan di antara sesama manusia. Begitu luar biasa," kata Yudhoyono dalam program Isu Terkini di kanal YouTube.

Presiden mengatakan bahwa dirinya menangkap adanya harapan atau ekspektasi yang tinggi dari masyarakat kepadanya selaku Presiden untuk tidak sama sekali membiarkan perubahan terhadap sistem pilkada, dari langsung menjadi melalui DPRD.

"Barangkali rakyat berpikir Presiden itu bisa berbuat apa saja, bisa mencegah apa yang tidak diinginkan, meskipun itu wilayah DPR RI, ataupun Demokrat bisa melakukan sesuatu untuk memastikan semuanya mengikuti opsi yang saya tawarkan itu, dan banyak hal," terang SBY.

Presiden SBY juga menilai, kemarahan yang luar biasa itu pun salah alamat, terlebih lagi karena dia secara pribadi ataupun selaku presiden, dan juga Partai Demokrat yang dipimpinnya, sejak awal tidak pernah menginginkan bahwa pilkada itu berubah menjadi pilkada yang dipilih oleh DPRD.

"Tidak pernah, tetapi seolah-olah kami yang menginginkan seperti itu. Kan salah alamat," ujarnya.

SBY juga meyakini, rakyat pun tahu bahwa sampai detik-detik terakhir, baik di Panja DPR RI maupun di forum lobi, pihaknya ingin sekali jika opsi yang dipilih adalah pilkada langsung dengan perubahan-perubahan ataupun perbaikan-perbaikan yang mendasar.

SBY yakin bahwa yang diinginkan bukan seperti yang sekarang, yakni langsung tanpa perbaikan, yang banyak sekali masalahnya, dan jelas juga bukan pilkada yang melalui DPRD. Akan tetapi, opsi pilkada langsung dengan perbaikan ini kandas karena ditolak di mana-mana.

"Jadi, saya pikir, oke, saya mengerti mereka marah. Saya juga marah, kok mengapa opsi ini tidak diterima sama sekali. Opsi yang baik kok menurut saya, pengalaman saya memimpin negeri ini selama 10 tahun, tetapi itu juga kandas," kata Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com