Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Menteri di Kabinet Jokowi Dapat Melepas Atribut Partai?

Kompas.com - 18/09/2014, 07:27 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Semangat presiden terpilih Joko Widodo membersihkan kabinetnya dari pengurus partai politik mendapat perlawanan. Partai politik pendukungnya ingin kader yang menjadi menteri tidak harus mencopot jabatan sebagai pengurus partai.

Ketua Bidang Politik DPP PDI Perjuangan Puan Maharani mengatakan, jabatan di partai tak perlu dilepas oleh politisi yang ditunjuk menjadi menteri oleh Jokowi. Dengan catatan, menteri dari partai itu mampu fokus bekerja membantu agenda pemerintahan Jokowi.

Puan menjelaskan, penyamaan persepsi mengenai keharusan politisi melepas jabatan sebagai pengurus partai saat masuk kabinet Jokowi terus dilakukan. Puan berharap argumentasinya ini dapat diterima sebagai kesepakatan bersama.

"Jangan dibedakan orang partai dan profesional. Yang penting kapabilitas, bisa fokus, dan jangan sampai ada interest berbeda dengan presiden Jokowi," kata Puan.

Sementara itu, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin juga tidak setuju menteri asal parpol harus melepas jabatan struktural di partainya. Menurut Cak Imin, kader partai tetap mampu bekerja maksimal sebagai menteri meski merangkap jabatan sebagai pengurus partai.

Cak Imin menuturkan, Jokowi belum pernah menyampaikan masalah rangkap jabatan kepada pimpinan partai pendukung. Kini ia berharap bisa segera bertemu dan membicarakannya dengan Jokowi.

"Soal jabatan formal (di partai) itu bisa tetap jadi jabatan, tapi tidak perlu aktif," kata Cak Imin.

Senin (15/9/2014) petang, Jokowi dan Jusuf Kalla mengumumkan akan ada 34 kementerian di kabinetnya. Dari 34 kementerian itu, 18 kementerian akan dijabat menteri dari kalangan profesional, sementara 16 lainnya untuk politisi.

Dalam kesempatan itu, Jokowi kembali menegaskan, menteri yang akan mengisi kabinetnya tak boleh merangkap jabatan di partai politik. Setelah terpilih menjadi menteri, yang bersangkutan harus melepaskan jabatannya di partai. Jokowi mengatakan, hal itu dilakukan agar sang menteri dapat fokus bekerja. Menurut Jokowi, seseorang yang memegang satu jabatan saja belum tentu sukses.

Pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan, menteri asal partai politik harus melepas jabatan sebagai pengurus di partainya. Langkah ini akan memudahkan menteri bekerja lebih fokus, efektif, dan mempercepat tercapainya target pemerintahan.

"Menjadi menteri hendaknya melepaskan jabatan di partai sehingga tidak ada dualisme identitas dan dualisme loyalitas," ucap Yunarto.

Secara terpisah, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengatakan, kini publik menanti kebaruan pemerintahan Jokowi. Ia berharap Jokowi konsisten karena larangan menteri merangkap jabatan sebagai pengurus partai merupakan salah satu kebaruan yang dinantikan oleh publik.

Siti mengatakan, revolusi mental yang ingin dibangun oleh Jokowi harus dimulai dengan tidak memberikan peluang menterinya rangkap jabatan di partai politik. Para menteri dari partai politik, kata Siti, harus menentukan pilihan tetap menjadi pengurus partai atau sepenuh hati bekerja membantu presiden sebagai menteri.

"Ini kekhasan Jokowi-Jusuf Kalla. Kebaruan ini yang ditunggu oleh publik," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com