Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Ahli Prabowo Tuding KPU Bertindak di Luar Undang-undang

Kompas.com - 15/08/2014, 12:16 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Saksi ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Said Salahudin, menilai bahwa Komisi Pemilihan Umum telah bertindak di luar ketentuan dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan pemilu. Tudingan Said dilontarkan terkait banyaknya pemilih yang tidak masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT), tetapi diperbolehkan memberikan hak pilihnya.

"KPU bertindak di luar kewenangannya dengan mengatur surat keterangan domisili dan lainnya untuk mengganti syarat administrasi pemilih di luar DPT. KPU tidak berhak mengatur itu," kata Said dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (15/8/2014).

Pada awal persidangan, Said mengatakan bahwa ia dihadirkan sebagai saksi oleh tim hukum Prabowo-Hatta karena kapasitas dan pengalamannya. Ia mengaku pernah terlibat dalam penyusunan peraturan KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) itu menegaskan, dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia, hanya ada satu daftar pemilih yang diakui oleh undang-undang, yakni DPT. Ia berani menjamin, tidak ada satu pembenaran apa pun mengenai daftar pemilih di luar DPT.

Said juga mengatakan, tujuan penyusunan DPT adalah melindungi hak memilih semua warga negara Indonesia, menekan potensi hilangnya hak memilih, dan menjamin semua WNI untuk mendapatkan surat suara. "Apabila pemilih tidak terdaftar dalam pemilu, pemilih jadi tak dilindungi hak memilihnya, penyebaran surat suara jadi sulit, dan hasil perolehan suara jadi dipertanyakan," ujarnya.

Said juga mengatakan bahwa pencetakan surat suara hanya dilakukan merujuk pada basis data DPT ditambah surat suara cadangan sebesar dua persen dari jumlah total DPT. Ia menyinggung kebijakan KPU tentang pemilih dalam daftar pemilih khusus (DPK) dan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) yang memberikan hak pilih di luar domisili hanya dengan menyerahkan identitas diri. Menurut Said, aturan mengenai DPKTb dibenarkan hanya untuk situasi yang bersifat khusus.

"MK memutuskan soal daftar pemilih di luar DPT pada 2009 karena ada alasan khusus. Kalau dilakukan terus, ini akan mencederai pemilu, menimbulkan ketidakpastian hukum, dan diskriminasi karena pemilih di luar DPT hanya jadi pemilih untung-untungan," ujarnya.

Agenda sidang sengketa hasil Pilpres 2014 hari ini mendengarkan keterangan saksi ahli dari Prabowo-Hatta, KPU, dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Tiap-tiap saksi ahli diberi waktu 15 menit untuk menyampaikan pendapatnya di hadapan majelis hakim konstitusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com