Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal "PP Aborsi", Ini Penjelasan Menteri Kesehatan

Kompas.com - 14/08/2014, 06:31 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan, aborsi tetap merupakan praktik terlarang berdasarkan undang-undang. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi menurut dia tetap membatasi bahwa aborsi hanya bisa dilakukan dalam kondisi darurat medis dan kasus pemerkosaan. Ini penjelasannya.

"Jadi (masalah aborsi ini) telah dibahas selama 5 tahun. Baik undang-undang maupun PP mengatakan, aborsi dilarang, kecuali untuk dua keadaan, (yakni) gawat darurat medik dan kehamilan akibat pemerkosaan," ujar Nafsiah di Istana Negara, Rabu (13/8/2014). Dia menegaskan, PP ini adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Nafsiah mengatakan, kondisi perlunya aborsi untuk kasus darurat medis mensyaratkan pembuktian dari tim ahli. Adapun dalam kasus pemerkosaan, kata dia, usia janin pun tak boleh lebih dari 40 hari, terhitung sejak hari pertama dari haid terakhir.

"(Soal usia janin) sesuai fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia). Memang kalau di Katolik, dari pembuahan, sudah dianggap manusia. Maka dari itu, akan ada konseling. Keputusan pun di tangan ibu," papar Nafsiah.

Kementerian Kesehatan, kata Nafsiah, akan menyiapkan peraturan menteri kesehatan untuk menyediakan tim ahli yang dipersyaratkan untuk persetujuan aborsi dalam kasus darurat medis. Targetnya, menurut dia, peraturan tersebut akan rampung sebelum masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir.

Menurut Nafsiah, Kementerian Kesehatan juga akan menggelar pelatihan bagi tenaga kesehatan untuk bisa memberikan konseling secara tepat.

Sementara itu, Nafsiah mengaku belum tahu bahwa ada penolakan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atas penerbitan PP Nomor 61 Tahun 2014. "Saya tidak tahu. Ini kan sudah dibahas lima tahun lintas sektor melibatkan civil society. Mungkin yang ditanya (komentarnya soal PP ini) nggak baca (soal kajian dan PP ini)," kata dia.

Isi PP Kesehatan Reproduksi

Seperti diberitakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. PP ini di antaranya mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat pemerkosaan, merujuk Pasal 75 ayat 1 UU Nomor 36 Tahun 2009.

Menurut pasal tersebut, setiap orang dilarang melakukan aborsi terkecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat pemerkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban pemerkosaan.

Indikasi kedaruratan medis yang dimaksud meliputi kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau kesehatan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, ataupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

Penentuan indikasi kedaruratan medis dilakukan oleh tim kelayakan aborsi, yang paling sedikit terdiri dari dua tenaga kesehatan, yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

Adapun kehamilan akibat pemerkosaan merupakan kehamilan akibat hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dibuktikan dengan usia kehamilan sesuai dengan kejadian pemerkosaan yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter dan keterangan penyidik, psikolog, atau ahli lain mengenai dugaan adanya pemerkosaan.

"Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat pemerkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab," demikian bunyi Pasal 35 ayat (1) PP Kesehatan Reproduksi.

PP tersebut mendefinisikan praktik aborsi yang dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab tersebut adalah aborsi yang dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar; dilakukan di fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan; atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan; dengan izin suami, kecuali korban pemerkosaan; tidak diskriminatif; dan tidak mengutamakan imbalan materi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com