Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membaca Peluang Kemenangan Prabowo-Hatta di MK

Kompas.com - 26/07/2014, 13:59 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Seperti peserta Pemilu Presiden (Pilpres) 2004 dan 2009 yang kalah dalam perhelatan demokrasi, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengajukan sengketa hasil pemilu (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, sebesar apa peluang pasangan tersebut untuk membuktikan bahwa ada kecurangan dalam pemilu dan mengubah hasilnya sehingga kubu mereka yang akhirnya menang?

Menjelang tenggat waktu berakhir, tim hukum Prabowo-Hatta mendaftarkan gugatan sengketa hasil Pilpres 2014 ke MK, Jumat (25/7/2014) malam. Mereka menyatakan, telah terjadi kecurangan di 52.000 tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia yang melibatkan 21 juta suara. Akibat dugaan kecurangan itu, pasangan Prabowo-Hatta harus kalah karena hanya meraih 62.576.444 suara. Sebaliknya, kemenangan menjadi milik pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang mengantongi total 70.997.833 suara.

Tidak tanggung-tanggung, ketua tim kuasa hukum Prabowo-Hatta, Mahendradatta mengatakan, ada 95 pengacara yang akan mengadvokasi perjalanan sidang perkara gugatan sengketa itu. Anggota tim kuasa hukum Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail, menuturkan, menurut perhitungan pihaknya, KPU seharusnya menetapkan kliennya yang menang karena meraih 67.139.153 suara atau 50,25 persen dari total 13.357.427 suara.

Kata Maqdir,  Jokowi-JK seharusnya hanya mendapat 66.435.124 suara atau 49,74 persen. Dia mengemukakan indikasi pelanggaran di 33 provinsi yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).  Komisi Pemilihan Umum (KPU), kata Maqdir, mengabaikan proses pemilu yang sesuai peraturan perundang-undangan.

Pengamat hukum tata negara Refly Harun menuturkan, ada tiga skenario yang mungkin dijalankan kubu Prabowo-Hatta di MK. "Ini kalau dengan pandangan umum karena belum ada sidang pembacaan gugatan," kata Refly saat dihubungi, Sabtu (26/7/2014).

Ia menuturkan, permohonan akan berkisar pada dua hal, yaitu pertama penghitungan suara oleh KPU dan kedua, proses pemilu. Menurut dia, jika Prabowo-Hatta bermain pada basis penghitungan suara, artinya, kubu Prabowo harus membuktikan pihaknya dicurangi hingga lebih dari 4,2 juta suara. Sebab, ada selisih 8,4 juta suara antara Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Untuk itu, 95 kuasa hukum pendamping Prabowo-Hatta harus mampu menujukkan bukti yang kuat.

Namun, Refly mengutip pernyataan mantan Ketua MK Mahfud MD, yang mengatakan jangankan menggeser jutaan suara, memindahkan 100.000 suara dalam hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) saja sulit. Saat jadi Ketua MK, Mahfud kerap menyidangkan dan memutuskan sengketa hasil pilkada. Selain itu, Mahfud juga merupakan mantan Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta.

"Misal ada kesahalan penghitungan suara atau dicurinya itu sampai 4,2 juta suara, itu sangat masif. Dari mana nyolongnya? Karena itu, dugaan saya, mereka akan bermain di wilayah proses," kata Refly.

Dalam wilayah proses pemilu, menurut dia, MK bisa saja memerintahkan pemungutan suara ulang baik di beberapa TPS atau bahkan di semua TPS di seluruh Indonesia yang jumlahnya mencapai 478.339 TPS. Perintah itu dapat dikeluarkan jika memang MK memandang ada kecurangan yang dilakukan tim yang menang (Jokowi-JK) secara terstruktur, sistematis dan masif. Jika memang akan bermain di wilayah tersebut, artinya, Prabowo-Hatta hendak menyatakan bahwa Jokowi-JK sebagai pihak yang curang berada dalam posisi yang lebih kuat.

Prabowo-Hatta hendak menyatakan, Jokowi-JK menguasai sumber daya lebih besar daripada yang dapat dikuasai Prabowo-Hatta. "Orang untuk melakukan kecurangan TMS harus menguasai segala resources, financial resources, maupun power. Dia harus menguasai jaringan birokrasi, TNI, Polri, duitnya banyak," kata Refly.

Faktanya, di atas kertas, justru kubu Prabowo-Hatta-lah yang lebih kuat. Penguasaan jaringan lebih mungkin dilakukan kubu Prabowo-Hatta. Sebab, kubu itu didukun koalisi yang lebih kuat yang menduduki pemerintahan saat ini. Sebut saja di antaranya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembanungan (PPP), Partai Golkar, bahkan partai penguasa, Partai Demokrat.

Karena itu, Refly menilai, berat bagi Prabowo-Hatta untuk dapat membuktikan ada kecurangan TSM yang dilakukan Jokowi-JK dan KPU. Artinya, berat pula bagi Prabowo-Hatta untuk mengubah hasil pemilu dari yang sudah ditetapkan KPU, Selasa, 22 Juli lalu.

Meski sulit jalan kubu Prabowo-Hatta untuk mengubah posisinya menjadi pemenang Pilpres, tetapi hak pasangan itu untuk mengajukan sengketa dilindungi UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres. Hal yang sama pun pernah dilakukan pasangan Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto pada Pilpres 2009 lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com