Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sahkan UU MD3, Komitmen DPR Berantas Korupsi Dipertanyakan

Kompas.com - 13/07/2014, 13:19 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) menilai undang-undang yang baru saja disahkan di rapat paripurna DPR itu sangat mencerminkan resistensi terhadap upaya penberantasan korupsi. Hal ini terlihat dari prosedur yang rumit untuk pemeriksaan seorang anggota dewan untuk perkara kasus korupsi.

Di dalam Pasal 245 UU MD3, pemeriksaan terhadap seorang anggota DPR untuk perkara korupsi harus mendapatkan persetujuan dari Mahkamah Kehormatan DPR. Mahkamah Kehormatan ini kemudian akan mengeluarkan izin tertulis dalam waktu 30 hari.

"Ini dapat berpotensi menjadi celah bagi penghilangan alat bukti atau melarikan diri karena memperumit administrasi proses hukum yang sedang berjalan. Akan ada buying time," ujar anggota koalisi masyarakat, Abdullah Dahlan, dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (13/7/2014).

Abdullah mengatakan, jika DPR memiliki semangat pemberantasan korupsi, maka seharusnya upaya penegak hukum untuk memeriksa anggota Dewan tidak dibuat rumit. Abdullah membandingkan hal itu dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan izin Presiden untuk pemeriksaan kepala daerah oleh penegak hukum.

"MK sudah membatalkan pasal izin Presiden karena selama ini dianggap menyulitkan penegak hukum. Dengan adanya fatsun ini, seharusnya DPR tidak lagi membuat putusan serupa untuk anggota dewan," ungkap Abdullah.

Oleh karena itu, koalisi masyarakat mempertanyakan komitmen DPR saat ini dalam melakukan pembersihan di tubuh lembaga itu. Menurut Abdullah, dengan adanya pasal terkait penyidikan itu, terkesan ada resistensi luar biasa dari anggota Dewan.

"Kalau tim perumus konsisten untuk berantas korupsi, seharusnya mekanisme administrasi harus dihapus. Ini jelas malah diperpanjang. Ada kelompok kepentingan yang menciptakan fatsun-fatsun yang memperumit aparat penegak hukum untuk mengusut kasus korupsi," kata Abdullah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com